Jumat, 27 Januari 2012

POTENSI PEMBIAYAAN SYARIAH 2 (DUA) KOMODITAS AGRIBISNIS POTENSIAL DI DIY (Abstrak Tesis S2 Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Tahun 2008)

Sektor pertanian sebagai sektor bisnis riil yang berpotensi untung maupun rugi, sangat relevan untuk mendapatkan modal dari lembaga pembiayaan perbankan syariah. Prinsip perbankan syariah didasarkan atas prinsip Syirkah (kemitraan usaha) dengan menerapkan sistem profit dan loss sharing dalam operasionalnya. Perbedaan mendasar antara sistem pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada pembagian risiko usaha.
Pada pembiayaan konvensional (berbasis bunga), balas jasa pinjaman modal ditentukan berdasarkan persentase tertentu dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu pihak. Untuk posisi nasabah sebagai deposan, risiko sepenuhnya berada pada pihak bank dan sebaliknya apabila nasabah sebagai peminjam, risiko sepenuhnya berada di tangan peminjam. Sementara pada sistem syariah ditetapkan sistem bagi hasil dimana jasa dan modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad ini adalah keadilan antara pemberi modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.
Sayangnya, peran perbankan syariah dalam mendukung pembiayaan sektor pertanian masih rendah. Proporsi perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan baru mencapai sekitar dua persen dari angka penyaluran pembiayaan secara nasional. Alasan terbesar yang dikemukakan oleh mereka berkaitan dengan keengganan untuk mengucurkan pembiayaan ke sektor pertanian adalah lamanya tingkat perputaran uang di usaha pertanian.

Alasan yang kedua dan ketiga adalah keterbatasan cash flow petani, dan minimnya nilai jaminan yang dapat diagunkan oleh petani kepada pihak lembaga keuangan. Porsi pembiayaan perbankan pada sektor pertanian yang kecil menimbulkan dampak negatif pada petani. Lingkaran setan kembali terjadi di lingkup masyarakat pedesaan, akibatnya bangsa Indonesia tidak akan segera dapat mandiri dalam sektor pangan. Berdasarkan hal tersebut perlu dicari model pembiayaan syariah yang cocok untuk diaplikasikan dalam bidang agribisnis/pertanian.
Tingginya potensi sektor pertanian di DIY (35,3% dalam serapan tenaga kerja di DIY) serta besarnya kontribusi sektoral pertanian terhadap PDRB DIY (11,05%) tidak diimbangi dengan besarnya porsi pembiayaan perbankan (kurang dari 10%) di bidang pertanian. Potensi pertanian yang bagus tersebut, kurang ditunjang para pelaku lembaga keuangan di DIY, baik lembaga perbankan, maupun non bank, yang enggan memberikan pembiayaan kepada para petani.
Berdasarkan penelitian Bank Indonesia dan Universitas Kristen Duta Wacana tahun 2007, komoditas jamur kuping dan jamur merang merupakan komoditas potensial DIY yang belum dikembangkan secara serius. Bahkan budidaya jamur  merang mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kecamatan Sedayu, Bantul. Produk pertanian ini merupakan tanaman bernilai tambah tinggi, dalam arti mempunyai nilai tambah tinggi dari sisi nilai uang. Diharapkan pengembangan tanaman-tanaman ini di DIY akan meningkatkan kesejahteraan para petani lokal.
Hasil penelitian eksplorasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis di DIY diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada Bank Indonesia untuk menentukan kebijakan, perbankan syariah dalam menyalurkan pembiayaan untuk sektor pertanian, serta masyarakat petani untuk meningkatkan kapasitas produksi melalui pemberian modal sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui potensi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis di propinsi DIY; analisis kelayakan usaha komoditas agribisnis jamur kuping dan jamur merang di propinsi DIY; serta tingkat bagi hasil yang reasonable pada usaha komoditas agribisnis jamur kuping dan jamur merang di propinsi DIY.
Penelitian ini bersifat eksporatif, berupaya untuk mengeksplorasi materi-materi pembahasan tentang potensi pembiayaan syariah di sektor agribisnis DIY serta analisis kelayakan usaha dan tingkat bagi hasil komoditi jamur kuping dan jamur merang.  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan empirik, melalui penelitian kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperkuat landasan teori yang dapat mendukung penelitian, baik dari buku ilmiah, artikel ilmiah maupun hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan melalui observasi ke pelaku usaha agribisnis jamur kuping dan jamur merang.
Hasil penelitian menunjukkan produk-produk pembiayaan perbankan syariah yang dapat dipilih untuk usaha pertanian/agribisnis, sesuai dengan tingkat pemahaman pelaku usahatani adalah (1) mudharabah, (2) musyarakah, (3) muzara’ah, (4) murabahah, (5) salam, (6) istishna’, (7) dan ar-rahn. Beberapa hal yang melandasi prospek pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah sebagai berikut: (1) karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis agribisnis; (2) skim pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh petani Indonesia; (3) luasnya cakupan usaha dan komoditas di sektor pertanian; (4) produk pembiayaan syariah cukup beragam; (5) komitmen bank syariah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); dan (6) usaha di sektor pertanian merupakan bisnis riil.
Hasil analisis Location Quotient (LQ) sektor pertanian memberikan andil terbesar (11,05%) terhadap pertumbuhan PDRB DIY pada triwulan I tahun 2008. Penduduk DIY paling banyak bekerja di sektor pertanian (35,3%). Dua hal tersebut menjadikan sektor ini mempunyai peran strategis di perekonomian DIY dan potensi besar di pembiayaan perbankan syariah.
Analisis kelayakan usaha pada budidaya jamur kuping per periode (6 bulan) adalah: profit margin sebesar 22,73%; BEP sebesar 105 Kg atau penjualan Rp. 4.200.000,-; Payback Period dalam waktu 2 tahun 3 bulan; NPV sebesar Rp.17.732.275,-; dan IRR sebesar 42,01%.  Nilai NPV yang lebih besar dari 1 (satu) dan IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga 16%, menjadikan usaha budidaya jamur kuping ini cukup layak dan menguntungkan. Tingkat bagi hasil bagi bank 39,64% (Rp.4.892.543,22) dan bagi hasil bagi nasabah 60,36% (Rp.7.449.896,78).
Analisis kelayakan usaha pada budidaya jamur merang per bulan adalah: profit margin sebesar 20,32%; BEP sebesar 152 Kg atau penjualan Rp. 1.976.000,-;  Payback Period dalam waktu 11 bulan; NPV sebesar Rp.6.846.378; dan nilai IRR sebesar 91,54%.  Nilai NPV yang lebih besar dari 1 (satu) dan IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga 16%, menjadikan usaha budidaya jamur merang ini layak dan menguntungkan. Tingkat bagi hasil bagi bank 33,39% (Rp.300.920,7) dan bagi hasil bagi nasabah 66,61% (Rp.600.289,3).
Hasil analisis skenario, analisis simulasi dan analisis prospek, budidaya jamur kuping dan jamur merang tetap menguntungkan pada kondisi perekonomian yang kurang baik, seperti inflasi 10%. Petani jamur kuping dan jamur merang lebih menguntungkan menggunakan skim pembiayaan syariah dibandingkan skim pembiayaan konvensional.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka peneliti berusaha memberikan saran-saran yang dapat menjadi kontribusi bagi pemerintah, Bank Indonesia, sektor pertanian serta perbankan syariah. Bagi pemerintah pada umumnya, jika ingin meningkatkan kemakmuran penduduk maka dapat melalui pembiayaan di sektor pertanian/agribisnis, karena mayoritas penduduk Indonesia pada umumnya dan DIY pada khususnya hidup di pedesaaan atau sektor pertanian.
Bagi Bank Indonesia, terbukti skim perbankan syariah cocok dan dapat diaplikasikan pada sektor pertanian/agribisnis di Indonesia. Oleh karena itu, sudah saatnya BI menganggap serius pengembangan perbankan syariah di Indonesia melalui regulasi yang mendukung dan menguatkan. Bagi perbankan syariah, untuk memperhatikan pembiayaan pada sektor pertanian/agribisnis, karena terbukti mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada tingkat suku bunga. Bagi sektor agribisnis, terutama pelaku usaha budidaya jamur kuping dan jamur merang, skim pembiayaan syariah lebih memberikan keadilan dan porsi keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan skim pembiayaan konvensional.

Kamis, 19 Januari 2012

GENERASI PENANAM POHON (THE GENERATION OF TREE PLANTERS )

Antusiasme masyarakat dalam kegiatan penghijauan atau menanam pohon semakin hari semakin meningkat. Fenomena ini terlihat jelas dalam kegiatan penghijauan kembali pada Gunung Merapi setelah erupsi tahun 2010. Ratusan ribu bibit telah ditanam, baik di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) maupun di lahan masyarakat yang terkena dampak erupsi.
Tidak hanya kawasan yang rusak dan tandus yang menjadi sasaran Penanam Pohon, tapi juga perkotaan. Jalan di kota Yogya sekarang lebih rindang karena prestasi dari ‘Wagiman’ (Walikota Gila Tanaman), julukan dari Kang Hery Zudianto. Muncullah Generasi Penanam Pohon di perkotaan. Akankah di tahun 2012 antusiasme ini semakin meningkat?

Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 19 Januari 2012 (KR newspaper opinion dated January 19, 2012)

Kisah Si Penanam Pohon
Sanich Iyonni membuat cerita menarik tentang Naruto dan Tenten si Penanam Pohon di kota Konoha. Setelah lama berpisah, Tenten kembali ke Konoha dan menjumpai Naruto masih menjadi penanam pohon setia di Konoha, pada saat orang-orang telah meninggalkan kota itu karena banyak kekacauan yang terjadi di dalamnya. “Lalu apa yang membuatmu bertahan menanam pohon di Konoha ?” tanya Tenten.
"Salah seorang penanam pohon legendaris yang sangat kuhormati pernah berkata, 'Daripada kita mengungsi dari kota yang penuh polusi tanpa berbuat apa-apa, bukankah lebih baik kita menanam satu pohon untuk menghijaukan kota?”, jawab Naruto.
Tenten sangat terkesan dengan perkataan Naruto. Tenten berkata dalam hati, “Aku bertekad untuk terus menanam pohon yang bagus di sini. Tidak masalah kalau pohonku tidak diperhatikan orang atau sedikit berbuah, yang penting aku sudah berbuat sesuatu—walau sangat amat sedikit—untuk menanam pohon yang berkualitas demi mengurangi pemanasan global. Bukankah itu tugasku sebagai penanam pohon profesional?’

Generasi Penanam Pohon Indonesia
Kisah Tenten dan Naruto mengingatkan pada pejuang penghijauan hutan Wanagama di Gunung Kidul. Kawasan ini terkenal dengan sebutan kondisi lahan ‘batu bertanah’, disebabkan banyaknya batu daripada tanah. Pada tahun 1926, hutan-hutan alam di daerah Gunung Kidul telah habis ditebang, selanjutnya tahun 1927 pernah dicoba penanaman jati, namun pada tahun 1948 telah kosong kembali. Percobaan penanaman tahun 1954 - 1958 pun tidak berhasil dengan baik. Pada tahun 1963 mulai ditanami murbai yang direncanakan dicampur dengan pinus.
Pada tahun 1967, Dinas Kehutanan DIY menyerahkan pengelolaan petak 5 seluas 79,9 Ha kepada Fakultas Kehutanan UGM untuk dikelola atau dihutankan kembali, dan diberi nama “Wanagama I”. Generasi Penanam Pohon yakni Ir. Oemi Haniin Suseno, Ir. Soekotjo, Ir. Haryanto, Ir. Tri Setyo, Sartinah, Kasan Budianto, Ir. Soekirno DP, Ir. Moch. Naiem, Ir. Suhardi, Ir. Eko Bhakti Hardiyanto, dan Hendrawati berhasil menghijaukan Wanagama yang tandus.
Pengalaman keberhasilan mengelola Petak 5 mendorong Alm. Ir. Oemi Haniin Suseno, dkk pada 1983 memperluas kawasan hutan Wanagama menjadi 600 Ha. Misi yang diemban Wanagama I adalah mewujudkan Wanagama I sebagai hutan pendidikan dan penelitian; hutan percontohan; wahana penyuluhan; serta sebagai hutan wisata dan wisata ilmiah
Wanagama I berhasil menjadi sebuah research and education forest terbaik di Indonesia. Wanagama sudah dikenal pada skala global. Contohnya, suami Ratu Elizabeth dari negeri Belanda, yakni Pangeran Bernard telah berkunjung ke Wanagama I pada 21 Maret 1996, putera mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles meninjau Wanagama pada 5 November 1989, Asisten Director General FAO hadir dan menikmati hasil Generasi Penanam Pohon Indonesia.

Menanam Pohon = Menanam Harapan
Menanam pohon jelas merupakan pekerjaan yang memiliki visi kuat. Pohon tidak akan segera membesar dalam waktu singkat. Memerlukan waktu lama, bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sampai pohon tersebut tampak besar, dewasa, dan memberikan manfaat. Mungkin manfaat kesejukan mengurangi pemanasan global, mencegah erosi dan banjir, atau karena ada buah yang bisa dimakan, atau karena adanya kayu yang dapat dimanfaatkan.
Sayangnya generasi sekarang telah terlanjur menjadi generasi instan, yang lebih menikmati hasil yang telah disajikan di restoran/supermarket, tanpa perlu menanamnya. Tanpa perlu menunggu proses tumbuh kembang dan berbuahnya. Menanam pohon jelas memerlukan kesabaran, tidak dapat langsung ingin menikmati hasilnya. Kalau kita menanam pohon sekarang, juga tidak akan dapat dinikmati pada usia kita, namun dinikmati oleh anak atau bahkan cucu dan cicit kita. Lalu mengapa harus menanam pohon jika tidak akan kita nikmati hasilnya? Hanya satu jawaban: karena adanya harapan.




 THE GENERATION OF TREE PLANTERS


The enthusiasm of the community in greening activities or planting trees is increasingly rising. This phenomenon is evident in the reforestation activity on Mount Merapi after the eruption in 2010. Hundreds of thousands of seedlings have been planted, both within the region of Merapi Volcano National Park (MVNP) and in the field eruption affected communities.Not only the damaged areas and barren tree growers who were targeted, but also urban. Roads in the city of Yogyakarta is now more shady due to achievement of 'Wagiman' (Mayor Mad Plant), the nickname of Kang Zudianto Hery. Tree Growers generation emerged in urban areas. Will the year 2012 has been increased enthusiasm?

The story of the Tree Planters 

Sanich Iyonni make an interesting story about Naruto and Tenten the Tree Planters in the city of Konoha. After a long separation, Tenten back to Konoha and Naruto meet is still a loyal tree planters in Konoha, when the people had left the city because a lot of chaos going on inside. "Then what makes you survive to plant a tree in Konoha?" Asked Tenten."One of the legendary tree planters are highly respected once said, 'Instead of us flee from the city full of pollution without doing anything, is not it better we plant one tree for greening the city?", Said Naruto.Tenten was very impressed with the words of Naruto. Tenten said to myself, "I am determined to continue to plant trees is good here. It does not matter if my tree is not considered a person or a little fruit, which I've done something important, though very very little-to-quality tree planting to reduce global warming. Is not it my duty as a professional tree planters? '

Generation Tree Growers Indonesia 

Tenten and Naruto story reminiscent of the fighters Wanagama reforestation in the Gunung Kidul Distric. This area is known as the condition of the land 'landless stones', due to the many rocks than soil. In 1926, natural forests in the Gunung Kidul Distric area has been cleared out, then in 1927 had tried planting teak, but in 1948 was empty again. Trial planting of the year 1954 - 1958 did not work very well. In 1963 began planting mulberry planned mixed with pine.In 1967, the Forest Service plots 5 DIY hand over the management of an area of ​​79.9 hectares to the Faculty of Forestry UGM to be managed or reforested, and given the name "Wanagama I". Generation of the Tree Planters Ir. Oemi Haniin Suseno, Ir. Soekotjo, Ir. Haryanto, Ir. Tri Setyo, Sartinah, Kasan Budianto, Ir. Soekirno DP, Ir. Moch. Naiem, Ir. Suhardi, Ir. Eko Bhakti Hardiyanto, and Hendrawati Wanagama successful greening of barren.5 Plots of experience managing successful push Alm. Ir. Oemi Haniin Suseno, et al in 1983 Wanagama expanding forest area to 600 ha. Mission carried Wanagama Wanagama I was realizing I as a forest education and research; forest pilot; probe extension; as well as forest tourism and scientific tourismWanagama I managed to become a best forest research and education in Indonesia. Wanagama already known on a global scale. For example, the husband of Queen Elizabeth from the Netherlands, the Prince Bernard has been to Wanagama I on March 21, 1996, the United Kingdom heir apparent, Prince Charles reviewing Wanagama on 5 November 1989, FAO Assistant Director General attend and enjoy the fruits of the Tree Growers Generation Indonesia.

Plant a Tree = Planting Hope 

Planting a tree is clearly a job that has a strong vision. Trees will not be enlarged in a short time. Takes a long time, years, even decades, until the tree looks great, mature, and provide benefits. Possible benefits of coolness reduce global warming, prevent erosion and flooding, or because there is fruit to eat, or because of the wood that can be utilized.Unfortunately the current generation has already become an instant generation, who more enjoy the results that have been served at the restaurant or supermarket, without the need to plant it. No need to wait for the growth process and berbuahnya. Planting trees definitely requires patience, it can not immediately want to enjoy the results. If we plant trees now, nor will be enjoyed at our age, but enjoyed by children or even grandchildren and our great-grandchildren. Then why should plant a tree if we will not enjoy the results? Only one answer: because of the expectations.