Senin, 26 November 2018

SERANGAN TAWON NGLANGGERAN

4 hari silam belasan wisatawan dan petugas obyek wisata minat khusus Gunung Api Purba di Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul terluka akibat serangan tawon (KR, 22/11). Dua orang petugas bahkan dibawa ke RS Nurrohmah Gunungkidul untuk mendapatkan perawatan intensif. Berita koran KR tanggal 22 dan 23 Nopember 2018 ini langsung saya share ke grup whatsapp Darurat Tawon Klaten.

Terbit di Opini Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 26 Nopember 2018

Hampir 2 tahun ini terjadi ledakan populasi tawon ‘ndas’ (Vespa affinis) di wilayah Klaten. Tercatat sudah 6 orang (3 anak-anak dan 3 lansia) meninggal dunia akibat ‘diserang’ tawon, korban terakhir tanggal 11 Nopember 2018. Kasus inilah yang mendasari pembentukan grup darurat tawon klaten. Walaupun sudah berjalan hampir satu tahun tapi kelompok yang terdiri dari Peneliti LIPI, dokter, pemerhati lingkungan, SAR, Pemadam Kebakaran ini belum optimal dalam penanganan serangan tawon, karena masih kurangnya dukungan Pemerintah Daerah.

Akhirnya kelompok ini bekerja swadaya semaksimal kemampuannya, terutama sosialisasi langsung ke masyarakat dan media massa. Salah satunya adalah pengetahuan masyarakat yang masih kurang tentang dunia serangga. Kasus di Nglanggeran ini ‘pelakunya’ menurut dugaan ahli serangga adalah tawon ndas (Vespa affinis), sama dengan kasus di Klaten. Walaupun lebah (Apis dorsata) yang disebutkan dalam berita KR ini juga dapat menyerang apabila terganggu.

Padahal ada perbedaan antara lebah (bee) dan tawon (wasp), yang utama adalah lebah menghasilkan madu sedangkan tawon tidak. Persamaannya adalah serangga ini menjadi agresif jika merasa terganggu. Dalam artikel medis ‘Journal of Emergency Practice and Trauma’ volum 2 tahun 2016 disebutkan bahwa korban sengatan tawon ndas (Vespa affinis) menderita gagal ginjal akibat racun sengatannya.


6 korban meninggal di Klaten juga disebabkan karena penanganan yang terlambat dan kurang tepat. Dokter Tri Maharani (ahli penanganan korban racun satwa) menganjurkan pertolongan pertama (First Aid) untuk korban sengatan tawon, yakni cabut sungutnya, perawatan luka, kompres dengan es, beri obat analgesik oral, dan corticosteroid (2018). Untuk tahap trauma perlu penanganan khusus di rumah sakit.


Sedangkan untuk penanganan peningkatan tawon juga perlu pengetahuan yang memadai. Perlu diingat serangga membawa peran besar bagi kelangsungan hidup manusia, terutama untuk keseimbangan ekologi. Tawon ndas Vespa affinis juga memiliki peran dalam mengendalikan hama pertanian jenis ulat pemakan daun dan serangga kecil lain. Peran lain yang sangat penting dari serangga adalah indikator dari adanya perubahan iklim dan kebersihan lingkungan.


Interaksi tawon dengan manusia ada 4 tingkat, yakni 1. Tidak terganggu/mengganggu, sehingga tercipta Rukun-Harmonis; 2. Terganggu, tapi menghindar; 3. Terganggu, menyerang karena bertahan/melindungi diri; 4. Terganggu, memiliki kemampuan melawan dan menyerang (Kahono, 2018). Selain itu juga perlu diperhatikan tentang peristiwa yang mendahuli terjadinya serangan tawon; yakni melimpahnya jumlah pakan; sedikitnya musuh alami atau kompetitior rendah; habitat bersarang asli yang berkurang sehingga mendekati pemukiman penduduk; seringnya perjumpaan dengan manusia; memyengat karena tidak sengaja (melindungi diri); dan tedesak/terpaksa karena melindungi koloninya.

Dalam pengendalian tawon perlu juga memperhatikan berikut ini; yakni Pengendalian populasi hendaknya melalui pengelolaan dengan memperhatikan prinsip ekologi; eradikasi dan pemindahan sarang/koloni; pemusnahan sarang hanya pada lokasi yang membahayakan manusia; dan keselamatan jiwa masyarakat adalah hal utama (Nugroho, 2018). Selain itu jika dilakukan penanganan sarang tawon juga perlu memperhatikan hal-hal berikut ini, yakni: 1. Tawon termasuk diurnal, yakni aktif pada siang hari; 2. Penanganan diusahakan dengan tidak membakar sarang karena akan membuat tawon agresif; 3. Memindahkan sarang tawon pada saat malam hari atau hujan, karena saat tersebut tawon tidak aktif; 4. Lebih baik memindahkan sarang tawon saat ukuran masih kecil; dan 5. Membuat tanda khusus lokasi sarang tawon yang tidak dipindahkan atau tidak dimusnahkan.

Tentu penanganan akan lebih optimal jika melibatkan semua potensi pemerintah dan masyarakat, karenan wabah tawon merupakan penanganan jangka panjang. Wabah tawon mengajarkan kembali kepada manusia agar lebih mengenal alam sekitar, serta hidup harmonis berdampingan bersamanya.


Patangpuluhan, 23 Nopember 2018 pukul 11.00WIB

Senin, 05 November 2018

MERAJUT KEDAULATAN BANGSA MELALUI AVITURISME

Ditengah semangat peringatan kebangkitan pemuda 90 tahun yang lalu, sekelompok muda asyik dan serius bekerja untuk bangsa. Mirip dengan pendahulunya, mereka juga berjuang untuk kedaulatan dan masa depan bangsa. Perjuangan utama mereka adalah agar bangsa ini memiliki kedaulatan dalam bidang sains ornithology (burung) serta konservasi burung Indonesia.

Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 5 Nopember 2018

Sebuah fakta kekayaan jenis burung Indonesia luar biasa, ada 1700 jenis. Urutan ke empat di dunia, sedangkan dari segi endemisitas (jenis asli) menempati urutan pertama. Bertentangan dengan kekayaan jenis, kondisi ahli burung Indonesia masih menyedihkan. Jumlah ahli taksonomi burung masih sangat minim, dari 1700 jenis burung hanya dua orang Indonesia yang jadi pendeskripsi utamanya.

Satu-satunya jurnal ilmiah ornitologi Indonesia yang bernama Njawani, yakni Kukila; dan berlogo burung endemik Sulawesi -Maleo-, editornya tidak ada dari Indonesia. Oleh karena itu, sekelompok pemuda tiap tahun getol menyelenggarakan pertemuan nasional untuk merajut kedaulatan bangsa melalui Pertemuan Pengamat Burung Indonesia atau PPBI.

Tahun 2018 ini adalah PPBI ke VIII diselenggarakan pada tanggal 2 sampai 4 November 2018 di Yogyakarta, tepatnya di Universitas Ahmad Dahlan dan Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo. Tema yang dipilih adalah Merajut Aviturisme Indonesia. Tema ini terinspirasi kisah sukses Ibu Shita selama 20 tahun mengelola wisata alam aviturisme di Papua yang berhasil merajut kedaulatan bangsa melalui pelibatan masyarakat lokal.

Program penguatan kapasitas masyarakat lokal dalam kegiatan wisata alam aviturisme di Papua mampu meningkatkan ekonomi desa, sekaligus melindungi kekayaan alamnya. Warga dididik dan dilatih mengenal potensi keanekaragaman hayatinya terutama potensi burung surga cenderawasih (Paradise Bird), sehingga menjadi pemandu wisata alam yang handal. Papua kini menjadi salah satu aviturisme favorit para birder (pengamat burung) tingkat dunia.

Aviturisme adalah perjalanan wisata alam untuk melihat dan mengamati burung di habitatnya (Nicolaides, 2013). Aviturisme merupakan gabungan dari wisata alam (ecotourism) dan pengamatan burung (bird watching/birding). Ekowisata sendiri adalah aktivitas wisata berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pendidikan/pembelajaran, serta pemberdayaan masyarakat lokal.
Sedangkan pengamatan burung adalah kegiatan mengamati segala tingkah laku burung di habitat alam dengan menggunakan peralatan seperti binokuler (teropong) atau kamera. Birder (pengamat burung) biasanya tidak hanya melakukan kegiatan birding, tapi juga aktif dalam kegiatan konservasi alam lainnya, seperti penanaman pohon, aksi kebersihan lingkungan dan lainnya. Tiongkok dan Afrika Selatan adalah salah satu dari negara yang giat mempromosikan aviturisme untuk meningkatkan kunjungan pariwisata.

Alasan utama dipilihnya Desa Jatimulyo sebagai tempat PPBI VIII karena sudah bertransformasi menjadi Desa Ramah Burung melalui Perdes No. 6 tahun 2014. Desa ini  memiliki 95 jenis burung, 18 diantaranya berstatus dilindungi Negara. Jatimulyo juga memiliki produk unik ‘Kopi Sulingan’, dimana  kata sulingan berasal dari nama lokal burung Sikatan Cacing (Cyornis banyumas), sejenis burung pemakan serangga yang cantik dan bersuara merdu, yang sulit ditemukan di daerah lain.

Daerah lain yang sering dikunjungi untuk aviturisme lingkup Propinsi DIY adalah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), pantai Trisik Kulonprogo, Kawasan Candi Prambanan, dan Pantai Ngongap Gunung Kidul (Taufiqurrahman, 2018). Bahkan tiap 2 tahun sekali Balai TNGM menyelenggarakan lomba pengamatan burung tingkat nasional.

Selain itu sebenarnya aviturisme dapat menjadi wahana pendidikan dan pembelajaran. Hal ini dipraktekkan oleh Bapak Lim Wen Sin yang meng-edukasi warga Dusun Cacahan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman melalui burung pemangsa burung hantu jenis Serak Jawa (Tyto alba javanica). Warga desa dilatih untuk memanfaatkan burung hantu sebagai pengendali hama pertanian jenis tikus.

Hasil dari pemanfaatan burung hantu dapat meningkatkan hasil pertanian sebanyak 15 hingga 20 persen. Pengamatan Lim Wen Sin (2017) sepasang burung hantu yang menyuapi 2 anaknya dalam 2,5 bulan dapat memakan 1.080 ekor tikus. Kini Dusun Cacahan menjadi salah satu lokasi aviturisme sekaligus belajar pertanian ramah lingkungan.

Aviturisme tentu menimbulkan multi efek bagi ekonomi masyarakat lokal, karena birder tentu juga akan membutuhkan makanan, jasa pemandu, transportasi, penginapan, dan lain sebagainya. Sugeng rawuh birders peserta PPBI VIII di Yogyakarta, selamat bekerja untuk Merajut Kedaulatan Bangsa!

Yogyakarta, 31 Oktober 2018 pukul 07.01 WIB