Kamis, 10 Agustus 2017

KONSERVASI ALAM KONSERVASI KITA

Negara Indonesia pernah dikenal sebagai megabiodiversity country karena dikaruniai dengan keanekaragaman hayati (kehati) tertinggi di dunia, yakni 10-20%  kehati dunia. Sayangnya, predikat tersebut telah mengalami pergeseran menjadi hotspot country, yakni Negara dengan laju kepunahan tertinggi di dunia (KLHK, 2017).

Kepunahan kehati tersebut disebabkan oleh invasi spesies asing (eksotik), fragmentasi dan hilangnya habitat, eksploitasi tumbuhan dan satwa liar, pencemaran, dan perubahan iklim. Melalui Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 dapat menjadi momentum keteladanan dan aksi nyata yang melibatkan dan menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk berkomitmen melawan ancaman tersebut.

Peringatan HKAN tahun 2017 dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  dipusatkan di Taman Nasional Bali Baluran, Jawa Timur, dengan tema “Konservasi Alam Konservasi Kita.” Salah satu isu yang diangkat pada HKAN 2017 ini adalah permasalahan krusial pada ekosistem savana TN Baluran, yakni invasi spesies eksoktik Acacia nilotica yang mencapai luasan 5.592 Hektar pada berbagai tipe habitat (dari total luas kawasan 25.000 Hektar) (KLHK, 2017).

Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Alam
Secara umum masyarakat Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap konservasi alam, seperti kelestarian hutan. Berbagai bentuk kegiatan konservasi hutan, penanaman jutaan pohon, penyelamatan satwa serta konstruksi kearifan lokal masyarakat sekitar hutan menjadi bukti konkrit dari hal tersebut. Contoh riil adalah partisipasi masyarakat pecinta Capung atau Indonesia Dragonfly Society (IDS).

IDS adalah sebuah komunitas yang berusaha mengupayakan terciptanya kelangsungan keanekaragaman hayati Capung (Kinjeng dalam Bahasa Jawa) sebagai pusaka alam Indonesia. Komunitas ini terbentuk atas dasar rasa ingin tahu, cinta dan kepedulian anggotanya akan kelangsungan hidup Capung yang kian lama semakin langka. Capung adalah serangga yang berperan penting bagi terwujudnya lingkungan yang sehat.

Capung juga merupakan indikator perairan yang masih terjaga. Keberadaan Capung tentu bisa menjadi sahabat dunia pertanian karena ia memiliki peran sebagai pemangsa dan penyeimbang alami hama tanaman. Capung juga membantu mengendalikan nyamuk berikut jentik-jentiknya, dengan cara memangsanya.

Namun ternyata, peran dan manfaatnya itu masih belum banyak kita ketahui dan sadari, terutama oleh generasi muda sekarang. Hal ini salah satu sebab populasi dan keberagaman Capung banyak berkurang seturut dengan kondisi lingkungan yang semakin lama semakin rusak, padahal Capung akan selalu membutuhkan perairan dan lingkungan yang baik agar terus berlangsung kehidupannya.

Jambore Capung Indonesia 2017
Dalam rangka menyambut HKAN 2017 sekaligus Jambore Capung Indonesia 2017, IDS menyelenggarakan serangkaian kegiatan ‘Kumpul Bareng Pengamat Capung Nusantara.’ Kegiatan Jambore Capung Indonesia yang Kedua ini dilaksanakan di Kulonprogo, tepatnya Obyek Wisata Alam Kembang Soka, dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo.

Lokasi ini dipilih sebagai tempat temu data pengamat Capung Indonesia, karena Desa Jatimulyo telah terbukti mampu menjaga kelestarian alam wilayahnya. Hutan rakyat dengan berbagai jenis spesies tumbuhan masih terjaga secara lestari, sehingga bebas dari serangan spesies eksotik. 30 jenis Capung ditemukan di Desa Jatimulyo, yang berhabitat di sungai dan air terjun yang masih jernih dan terjaga sejak dari hulu.

Selain Capung, Jatimulyo juga kaya akan keanekaragaman burung. Terdapat 94 jenis burung di kawasan ini (24 persen total jenis burung di DIY), keberadaannya dilindungi oleh Peraturan Desa (Perdes) yang melarang kegiatan perburuan. Kegiatan selain kumpul bareng pengamat capung nusantara, adalah mengamati Capung ‘Mengapung’ bersama, seminar oleh para Pakar Entomologi (serangga), dan berbagi data Capung Nusantara selama tanggal 11 – 12 Agustus 2017.

Opini Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 10 Agustus 2017 halaman 12

Sejatinya Indonesia memiliki keragaman capung yang sangat tinggi, yaitu 15% dari total sekitar 5680 spesies di seluruh dunia, namun pengetahuan mengenai capung masih sangat kurang. Selain itu mayoritas publikasi mengenai Capung ditulis oleh peneliti asing. Selama beberapa dekade terakhir, para ahli Capung dunia melakukan penelitian tentang peran Capung sebagai alat memantau perubahan iklim dan menilai kualitas lingkungan.

Kegiatan konservasi yang dilaksanakan oleh komunitas IDS sangat sesuai dengan prinsip HKAN. Salah satu pertimbangan ditetapkannya HKAN adalah konservasi alam merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan yang harus terus dilaksanakan dan dipertahankan pada setiap kegiatan dalam upaya perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai sistem penyangga kehidupan.


Jambore Capung Indonesia 2017 merupakan wujud aksi nyata HKAN yang melibatkan Pemerintah Desa, akademisi, peneliti, birokrasi dan masyarakat umum, sesuai tema ‘Konservasi Alam Konservasi Kita.’ Sugeng Rawuh Para Pecinta Capung Nusantara di kota Yogyakarta!