Jumat, 27 Juni 2014

Gala DINNER Pasca DEFENSE

Tanggal 9 Juni 2014 momen paling bersejarah bagiku selama 2 tahun tinggal di Beijing (2012 – 2014). Hari senin pukul 10.00 tanggal tersebut merupakan waktu ujian defense thesis yang aku jalani. Segala jerih payahku selama studi master, termasuk perjalananku mencari cari data riset di China (Beijing Songshan National Nature Reserve dan Wolong National Nature Reserve, Provinsi Sichuan)  ditentukan pada waktu tersebut.
Alhamdulillahirrabbil alamin, ujian berlangsung sukses walaupun waktunya maju dari jadwal pukul 11.00 menjadi pukul 10.00. Giliranku adalah yang terakhir untuk sesi pagi-siang.

Suasana ujian thesis (defense) yang santai

Rencana aku mau pulang, kembali ke kamar untuk tadarus, istirahat, dlsb. Tapi aku diminta menunggu hasil sidang dewan penguji. Sekali lagi Alhamdulillah 5 orang yang sidang sesi pertama ini semuanya lulus.
Ternyata kita masih diminta untuk jangan pulang dahulu, karena akan diajak makan siang bersama dewan penguji dan beberapa dosen, seperti supervisorku, Prof. Maluyi.
Aku kira restoran tempat makan siang/lunch jauh karena naik taksi, ternyata masih dekat kampus, depan Bank of China. Hanya jalannya memutar sehingga terasa jauh.
Dari luar tidak kelihatan seperti restoran, karena berupa bangunan lumayan luas dan bertingkat. Kita langsung diajak masuk ruangan di lantai 2. Mewah juga restorannya. Ini restoran termewah selama aku diajak makan oleh Supervisor bersama students di bawah bimbingannya. Ada 9 orang duduk menghadap meja makan berbentuk lingkaran, khas restoran China kelas menengah ke atas. Di atas meja ada kaca bentuk lingkaran yang bisa diputar, sehingga saat mengambil makan cukup memutar kaca ini.
 
Suasana dan kondisi restoran kelas menengah - atas

Awalnya aku ragu dengan makanannya, karena ini restoran biasa. Saat datang menu awal, aku hanya makan jenis sayuran dan ikan saja. Kali ini menu ikannya berbeda dengan yang biasa aku makan, ikan yang tersaji di hadapanku adalah ‘sushi’ khas Jepang. Dagingnya benar-benar empuukk dan terasa segar, maknyuss dahh!!
Kemudian menu kesukaanku datang, yakni ‘yang rou’ atau daging domba. Professor Maluyi seakan melihat ‘kegelisahanku’, beliau berkata, ‘Don’t worry, this is muslim food’. Yup, supervisorku seorang muslim juga.
Dengan basmalah aku makan menu kesukaanku ini. Wow, ternyata dimasak khas Xinjiang atau khas masakan muslim. Josshh gandosshh!!
Alhamdulillah saat melewati meja kasir saat pulang, aku melihat ada papan kalau restoran tidak menyediakan minuman beer maupun wine. Jadi restoran ini juga menyediakan masakan muslim. Pantas tadi Duan Jie (asisten Prof. Maluyi) membawa beberapa botol wine.

Lunch berhenti disini??
Tidaakkkk!!
Ternyata masih ada lanjutannya, DINNER!
Masya Allah.

Ujian defense sesi ke-2, yang dimulai setelah makan siang selesai pada pukul 17.00. Rombongan peserta ujian defense pun melalukan dinner bersama. Beruntung bagi yang ikut jadwal pagi sampai siang seperti aku tetap diajak untuk dinner. Lokasi masih di restoran yang sama, hanya beda ruangan.
Kali ini lebih besar, karena lebih banyak peserta (sekitar 20an orang)yang semuanya tingkat master dan doctoral di bawah supervisi Profesor Maluyi. 2 meja kita pakai untuk dinner kali ini. Dinner menjadi special karena Ma Laoshi juga mengajak istrinya. Aku juga diperkenalkan.
Ajang dinner menjadi moment informal untuk saling mengenal satu-sama lain. Mahasiswa mendatangi dosen dan profesornya dan mengucapkan terima kasih dengan bersulang. Biasanya bersulang dengan beer atau wine, sambil mengucapkan ‘Ganbei’, atau Cheers. Tak jarang juga dengan teh, juice atau soft drink seperti aku.

Ganbei saat gala dinner

Benar-benar terasa tiada jarak antara dosen/professor dengan mahasiswa bimbingannya. Kedua belah pihak juga saling ngobrol santai, membicarakan hasil riset, keluarga, masa depan, dan lain sebagainya. Aku perhatikan juga dosen/professor mempercayakan penuh kerja laboratorium pada mahasiswa.
Selama mengerjakan thesis tiap hari aku ke ruangan meeting laboratorium. Mahasiswa bebas melakukan penelitian tanpa ijin tiap hari kepada kepala atau asisten laboratorium. Tersedia juga computer, hotspot gratis, sampai alat masak dan teh. Beda jauh dengan kondisi di tanah air yang aku alami saat studi di UGM lebih dari 10 tahun yg lalu, dimana tiap hari harus ijin asisten/kepala laboratorium.
Dinner juga dijadikan ajang bagi mahasiswa untuk berterimakasih pada teman-temannya, terutama teman kerja di riset atau teman kelas. Termasuk juga dosen junior yang mengucapkan terima kasih pada dosen seniornya (professor). Moment ini juga aku manfaatkan untuk berterima kasih pada semua dosen/professor, staff dan teman-teman yang membantuku.
Mereka juga sangat senang. Yup, pada dasarnya teman-teman China sangat helpfully. Beberapa diantaranya bahkan mengucapkan “We are friends forever” J. Mereka juga mengajak aku untuk datang ke kota kelahirannya. Alhasil dinner 3 jam dari pukul 18.00 tak terasa selesai pukul 21.00. Alhamdulillah tidak ada yang fly alias mabuk ..

Apakah Dinner berakhir disini??
TIDAAKK!!

2 pekan sesudah dinner pasca defense tersebut, aku ternyata mendapat undangan dari teman China putri -Yaona- kalau aku diajak dinner bersama teman-teman Master dibawah Profesor Maluyi lagi. Awalnya aku kira yang ngajak Profesor Maluyi makanya walaupun aku sedang capek aku sanggupi untuk datang.
Ternyata saat dinner, Profesor Maluyi tidak datang, Yaona mengatakan kalau dinner ini adalah traktirannya dia, bersama Yudandan dan Limei. 3 orang gadis China cantiks. Mereka mentraktir kami 8 orang (4 putra dan 4 putri) yang telah lulus duluan, mereka masih setahun lagi. Wow, very surprise!!

Gala dinner traktiran junior

Budaya yang sangat bagus. Junior mentraktir senior dengan ikhlas. Baru kali ini aku benar-benar sangat terkejut plus bangga sekali dengan sikap mereka. Apakah ini budaya mahasiswa China sini atau budaya yang dibangun dibawah Profesor Maluyi??
Aku Tanya pada beberapa teman sekelas ternyata mereka tidak pernah diajak makan malam juniornya, bahkan ada beberapa yang malah tidak diajak dinner supervisornya.  Yah, semoga aja ini budaya yang dibangun oleh supervisorku yang juga seorang muslim.
Dalam perjalanan pulang aku berpikir, alangkah asyiknya juga kalau di tanah air juga ada moment dinner seperti ini sambilng ‘ngangkring’ ala jogja atau lesehan .. J

Beijing Forestry University, 27 Juni 2014, pukul 04.50

Ditulis untuk website www.lingkarpengajianbeijing.com

Sabtu, 21 Juni 2014

When My MOSQUE is Closed ...

Hari Jumat (20 Juni 2014) pagi yang seharusnya ceria dan penuh barokah menjadi menyedihkan saat memperoleh kabar dari teman Pakistan, Hasan.
Saat aku Tanya tentang pelaksanaan ibadah sholat Jumat di Kedutaan Pakistan, Hasan menjawab kalau hari ini adalah hari terakhir pelaksanaan sholat jumat di Kedutaan Pakistan.
Kemudian Hasan mem-posting di grup Wechat untuk memberitahu kalau hari ini Kedutaan Pakistan terakhir mengadakan ibadah sholat Jumat, menyusul Kedutaan Sudan yang sudah lebih dulu tutup sekitar satu bulan yang lalu.

Yup, di ibukota China ini selain masjid China, kedutaan yang membuka ibadah sholat Jumat untuk umum adalah Kedutaan Sudan dan Pakistan.

Suasana setelah sholat Jumat di halaman Kedutaan Sudan
  
Aku lebih senang sholat Jumat di Kedutaan Sudan, karena lebih bersih dan sangat nyaman ruangannya. Lokasinya mudah dijangkau, tinggal naik subway dan turun di stasiun Tuanjiehu, exit A. Bacaan imamnya bagus. Bisa menjadi obat kangen kampung halaman. Sering kali selesai sholat Jumat ada pengumuman seorang yang menjadi Muallaf.

Pengumuman masukkan seorang Muallaf selesai sholat Jumat

Aku bertanya pada Hasan tentang sebabnya tutup kedua Kedutaan tersebut. Hasan menjawab ini adalah dampak dari kerusuhan yang terjadi di provinsi Xinjiang, juga beberapa tempat yang dilakukan oleh orang Uyghur, dari Xinjiang. Yaahh, persis sama dengan fitnah terorisme di Indonesia. Sebab lain kata Hasan, adalah adanya misi dari orang-orang nashara yang sangat gencar dan tidak senang pada perkembangan Islam di China.
Dampak lain dari isus terorisme yang difitnahkan pada muslim Uyghur, Xinjiang adalah mayoritas masjid China dipasang pintu detector. Jadi jika akan masuk ke dalam masjid harus melalui pintu ini. Aku sangat kaget saat mengetahui hal ini pas sholat Jumat di masjid Haidian.


Pintu detector di masjid Haidian

Masjid Haidian adalah masjid terdekat dengan kampusku (± 8 Km), cukup dengan naik bus nomor 110 di depan kampus (bus stop Beijing Forestry University) selama sekitar 20 menit sudah sampai lokasi (bus stop Beijingzhidizhenku). Masjidnya unik, berusia 300 tahun. Mayoritas imam dan penceramah di masjid-masjid Beijing bacaannya khas orang China, kurang jelas & kurang tartil.

Penceramah/khotib disini juga sangat diawasi oleh pemerintah. Mengingatkan pada jaman Orde Baru akhir tahun 70an dan awal 80an, yakni saat penceramah/ustadz harus didata dan wajib punya SIM (Surat Ijin Muballigh).

Kasus ini sekali lagi mengingatkan aku akan materi wajib di taklim/kajian rutin, Ghazwul Fikri atau Perang Pemikiran.

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
(Q.S. Lukman: 6)


Berita ini juga aku posting di grup wechat pelajar muslim Tiongkok. Ada seorang kawan yang memberi komentar, Indonesia buat aja sholat Jumat sendiri. Langsung aku jawab, “kalau bisa dan berani.” Yup, dulu (15-20 tahun yang lalu) sebelum KBRI pindah ke lokasi sekarang, KBRI punya masjid lumayan besar dan dijadikan tempat untuk ibadah sholat Jumat. Lambat laun bubar karena tidak ada yang mengurusi.

Sambil mengingat ayat berikut:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. At-Taubah: 115)

aku berjalan agak gontai menuju Masjid Haidian untuk menunaikan sholat Jumat ..

Beijing Forestry University, 20 Juni 2014, pukul 10.00
ditulis untuk http://lingkarpengajianbeijing.com/