Jumat, 17 April 2015

BURUNG DAN KONSERVASI DALAM ISLAM

Mayoritas sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) adalah lahan pertanian milik masyarakat. Lahan ini ditanami tanaman perkebunan (hortikultura) yakni jenis sayur-sayuran. Profesi petani sayur menjadi mata pencaharian utama masyarakat selain di bidang perternakan, yakni beternak sapi.

            Kesuburan tanah menjadi faktor utama dalam hortikultura, selain serangan hama penyakit. Petani sering mengeluhkan serangan hama ulat bulu pada sayuran, seperti kol dan kobis. Alhasil obat kimia atau pestisida digunakan untuk membasmi serangan hama tanaman ini. Padahal sejatinya alam sudah menyediakn penangkalnya secara gratis.

            Sang Pencipta Allah SWT menciptakan satwa liar, yakni burung pemakan serangga terutama ulat yang menjadi hama pertanian. Di kawasan TNGM sendiri jenis burung pemakan ulat adalah jenis Prenjak padi (Prinia inornata), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Sri gunting (Dicrurus leucophaeus), Sikatan Belang (Ficedula westermanni), Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) dan lain sebagainya.

            Sayangnya burung tersebut ditangkap oleh pemburu untuk diperdagangkan, seperti jenis Kacamata biasa. Alhasil jumlahnya menurun di alam, terutama di kawasan TNGM. Padahal dalam ajaran Islam juga mengatur kelestarian burung untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

            Ibnu Mas'ud RA. berkata: “Ketika kami bersama Rasulullah SAW dalam bepegian dan Rasulullah sedang pergi berhajat, kami melihat seekor burung yang mempunyai dua anak, maka kami ambil kedua anaknya kemudian datanglah induknya terbang diatas kami, maka datang Nabi SAW. dan bersabda: Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikan kepadanya anaknya. (HR Abu Dawud No. 43).     

            Dalam kehidupan sekarang semakin banyak manusia yang senang memelihara anak burung yang diambil dari sarangnya atau mendapatkan dari orang lain. Adakalanya juga menangkap burung untuk dicabuti bulu-bulunya agar tidak bisa terbanng, atau memotong ekornya. Rasulullah Saw kemudian melarang semua perbuatan tersebut.

            Kebiasaan lain bangsa Arab zaman Rasulullah Saw adalah mengadu satwa dan Rasulullah mengatakan perbuatan tersebut melanggar hukum. Sebagian masyarakat ketika itu juga biasa mengikat hewan dan menjadikannya objek untuk melatih memanah. Praktek ini juga dilarang Rasulullah Saw.

            Rasulullah Saw telah memberikan contoh langsung bagaimana kita manusia tidak boleh menyusahkan seekor burung sekalipun. Ketika melihat orang lain yang berbuat demikian, cegahlah dan ingatkan serta beri pengertian. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat, memelihara dan melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah SWT untuk manusia.

            Memang Allah SWT  telah membolehkan manusia untuk menggunakan seluruh sumber daya alam ini sebagai sumber rizki bagi manusia dan juga seluruh makhluk hidup yang ada diatasnya, namun bukan dengan cara merusak dan merugikan yang lain. Sebagai khalifah tetap wajib menjaga keseimbangan alam.

            “Dan Dia telah menundukan untukmu segala apa yang ada di langit dan segala apa yang ada di muka bumi; semuanya itu dari Dia; sesungguhnya di dalam yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir.” (Q.S. Al-Jatsiyah/45 ayat 13). Ayat ini mengingatkan umat manusia bahwa Sang Pencipta telah menjadikan semua yang ada di alam ini (termasuk satwa burung) sebagai amanah yang harus mereka jaga. Al-Qur'an berkali-kali mengingatkan bahwa kelak manusia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan mereka di dunia.

            "Barang siapa melakukan amal saleh, maka (keuntungannya) adalah untuk dirinya sendiri; dan barang siapa melakukan perbuatan buruk, maka itu akan mengenai dirinya sendiri. Dan kelak kamu semua akan kembali kepada Tuhanmu" (Q.S Al-Jatsiyah/45 ayat 15)

            Ulama Muhammad Fazlur Rahman (1973) mengatakan tentang tugas manusia di alam, “Segala yang dimuka bumi ini diciptakan untuk kita, maka sudah menjadi kewajiban alamiah kita untuk: menjaga segala sesuatu dari kerusakan; Memanfaatkannya dengan tetap menjaga martabatnya sebagai ciptaan Tuhan; Melestarikannya sebisa mungkin, yang dengan demikian, mensyukuri nikmat Tuhan dalam bentuk perbuatan nyata.”

            Penjagaan kelestarian satwa burung di alam adalah tugas kita manusia sebagai Khalifah di bumi. Tidak hanya burung pemakan serangga, tapi juga jenis lain burung pemangsa (raptor) seperti jenis elang, burung madu, dan satwa lainnya. Fungsi satwa ini adalah sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, seperti pemakan ulat di tanaman, pemangsa tikus (burung elang), dan membantu penyerbukan (burung madu).

            Perlu dipikirkan sanksi atau hukuman bagi pemburu burung  liar di kawasan TNGM dan sekitarnya agar ada efek jera. Paling bagus/ideal adalah sanksi atau hukuman adat dari masyarakat, karena masyarakat-lah yang merasakan langsung dampak dari gangguan keseimbangan atau kerusakan  alam, seperti wabah hama ulat bulu pada lahan pertanian.
#fie130415