Kisah Pertama
Pagi
itu di sebuah masjid di kota Yogyakarta yang sejuk karena ada pohon sawo besar
di sampingnya, tampak lima remaja ngobrol ringan di serambi masjid. Kemudian tak
lama 3 motor keluar masjid. Yup, mereka berlima langsung memutuskan pergi ke
pantai yang masih ‘virgin’, jarang dijamah pengunjung. Pantai Siung, Gunung
Kidul.
Itulah
awal-awal keakrabanku dengan teman-teman remaja masjid sekitar 11 tahun yang
lalu, tahun 2002. Ada satu teman yang aku sangat salut pada perjuangan
hidupnya. Sungguh aku sangat malu jika dibandingkan dengannya, terutama dari
sisi kemandiriannya.
Dia
asli Gunung Kidul, dari desa yang lumayan terpencil. Dari rumahnya menuju jalan
raya untuk menumpang angkutan umum bisa sekitar 5Km dengan kualitas jalan ‘ampyang’ kata salah seorang teman. Ya,
jalannya penuh batu. Gunung Kidul benar, dimana lebih banyak batunya daripada
tanahnya.
Dia
anak tunggal. Yang luar biasa, dia tidak kemudian menjadi anak manja atau lebay.
Sekolah SMP dan SMK dipilihnya swasta di Muhammadiyah. Hal ini karena otaknya
juga pas-pasan, tidak terlalu pintar.
Dia
mondok/tinggal di pondok pesantren masjid Agung Wonosari. Jadi dia bisa
menghemat biaya hidup sekaligus belajar Islam. Lulus SMK dia masuk ke UIN
(IAIN) Sunan Kalijaga. Untuk kost dia pilih di salah satu masjid di kota
pelajar ini.
Profesi
Marbot atau nama kerennya James Bon
(Jaga Mesjid plus bersih-bersih Kebon) mulai dijalaninya. Lumayan jauh dari
kampus UIN sampai masjidnya. Ada sekitar 7-8 Km. Dia tempuh dengan ngonthel
alias naik sepeda.
Masjid-pun
jadi bergairah dengan sentuhannya. Ide-ide kreatif dia kerjakan, sehingga
masjid jadi banyak kegiatan dan makmur. Aku kenal betul karena saat itu ketua
remaja masjidnya adalah teman satu kelas di Fakultas Kehutanan UGM.
FSRMY Trainer generasi Assabiqunal Awwalun
Tak
lama aku kenal dengannya kemudian aku ajak gabung ke FSRMY (Forum Silaturrahim
Remaja Masjid Yogykarta) Trainer, biro khusus training remaja masjid dibawah
Biro Pembinaan dan Pengembangan Remaja Masjid yang kebetulan aku pegang.
Aku
masih ingat betul saat dia sangat PeDe mengisi training remaja masjid di
awal-awal roda sejarah FSRMY Trainer. Padahal mayoritas kita belum pernah ngisi
training. Yang paling aku ingat adalah saat salah seorang teman akhwat bilang
ke dia kalau pakaian dan dasi yang dia kenakan tidak matching, sehingga dibilang ‘jemuran berjalan’. Hahahahaaaa ..
Tapi
dia tetap senyum dan PeDe dalam membawakan training. Yang kedua saat ada job ngisi
training di Bebeng, lereng Gunung Merapi. Saking lugunya, dia kira Bebeng itu
pantai, hahahaa..
Dia
ikut ketawa saat tahu tebakannya salah dan kita semua ketawa. Dia juga luar
biasa dalam outbond training. Energinya sepertinya tidak habis, terutama saat
survei cari jalan, naik turun lereng Selatan Merapi dengan berlari. Trik-trik
dalam materi training-nya pun semakin unik dan menarik.
Kelak
mimpinya ke Bebeng jadi terealisasi dengan dapat lokasi KKN (Kuliah Kerja
Nyata) di Bebeng.
Yang
menarik darinya lagi, dia hidupnya betul-betul prihatin di masjid. Pernah aku
ajak dia bersama teman2 trainer untuk makan malam di rumah teman trainer juga. Malam
itu dia makan banyak, kemudian besoknya dia puasa sunnah tanpa sahur. Subhanallah
..
Dari
forum pemberdayaan remaja masjid inilah kita dapat ilmu untuk meningkatkan
potensi diri juga. Apalagi sebagai aktivis masjid pribadi kita betul-betul
diperhatikan jama’ah/masyarakat.
Singkat
cerita, selepas lulus kuliah dia putuskan untuk bisnis percetakan. Dia sadari
ilmunya pas-pasan, terutama ilmu dari bangku kuliahnya. Paling ‘mentok’ juga
jadi guru di tempat tinggalnya dengan gaji pas-pasan, pikirnya.
Dia
lebih senang ‘bertualang’ mengembangkan potensinya. Iklim FSRMY Trainer
benar-benar sudah meresap rupanya. Maka dia lebih senang belajar dari berbagai
pengalaman. Ditambah doa dan tetap dakwah. Dia yakin akan sukses juga.
Ilmu
‘cetak-cetak’ sendiri seperti PhotoShop atau CorelDraw diperoleh dari masjid. Ya,
bagi aktivis masjid ilmu desain ini wajib dikuasai. Termasuk bagaimana menempel
pamflet di masjid secara efektif & efisien.
Dia
putuskan langsung pergi keluar Jawa untuk mengembangkan bisnis percetakannya. Dia
pikir akan susah jika tetap tinggal di Yogya. Dia terpengaruh dari seorang
temannya kuliah yang juga sukses bisnis sablon kaos di luar Jawa.
Sekali
lagi dengan bekal ilmu prihatin dan the
power of kepepet, akhirnya dari satu kota di luar Jawa tersebut dia bisa
mempunyai beberapa unit bisnis di beberapa kota. Sifatnya-pun tidak berubah,
tetap Ndeso, tapi semangat Metropolitan!
Kisah Kedua
Kisah
ini bukan riil, tapi kisah yang saya ambil dari cerita silat mandarin/tiongkok.
Judulnya Pendekar Pengejar Nyawa karya Khulung/Gulong. Banyak pelajaran yang
bisa diambil dari kisah di cerita ini.
Pendekar
Pengejar Nyawa sendiri dalam kisah ini adalah Coh Liu Hiang, yang terkenal
dengan sebutan “Maling Romantis” di dunia persilatan Tiongkok. Kemampuan terhebatnya
hanyalah ilmu ginkang, atau meringankan tubuh. Kemampuan lainnya pas-pasan.
Tapi
dia sangat suka petualangan yang menyerempet bahaya atau nyawa. Dari situ dia
dapat belajar banyak hal. Pengalamannya semakin bertambah. Tak jarang dia
mengalahkan lawan yang mempunyai ilmu silat lebih pandai darinya.
Mengapa
dia bisa menang??
Karena
dia punyai keyakinan kuat dan selalu berpikir mencari jalan keluar. Sangat sering
dia lama bertempur dengan seseorang untuk mengenal ilmu silat lawannya kemudian
mencari kelemahannya. Sekali lagi ilmu kepepet menunjukkan kesaktiannya.
Dan
dia tidak takut gagal. Setiap kesulitan dia hadapi dengan senyum. Baginya jika
marah, sedih, kecewa hanya akan melemahkan kekuatannya dan tidak bisa berpikir
jernih mencari solusi.
Dari
beberapa pengalaman itulah akhirnya dia sukses menjadi pendekar ternama.
Sebetulnya
kisah ini mirip dengan Hideyoshi Taiko karya Eiji Yoshikawa. Kisah terkenal di
Jepang. Wajah Taiko sendiri mirip monyet, sehingga dipanggil monyet oleh
kawan-kawannya. Tapi dia tidak marah. Otaknya-pun pas-pasan, tidak terlalu
pandai. Hanya saja dia selalu belajar banyak hal. Tak heran akhirnya dia sukses
menjadi pemimpin Jepang bersama Nobunaga dan Ieyasu.
Kisah Ketiga
Sebetulnya
lebih susah menulis kisahnya sendiri daripada kisah orang lain. Tapi mau tidak
mau harus tetap kutulis, karena ingin sharing dengan beberapa teman.
2
kisah diatas menjadi salah satu pelecut semangatku dalam belajar di negeri ‘gongfu’
ini. Orang China menyebut kungfu dengan gongfu.
Aku
masih tidak tahu apa skenario-Nya sehingga bisa terdampar di negeri ini. Apakah
karena sejak SD aku sudah suka baca cerita silat Kho Ping Hoo??
Cukup
aku anggap, inilah Mimpi yang Terwujud ..
Secara
kualitas, aku sepertinya tidak layak kuliah di LN. Terus terang, sama dengan
teman-teman ‘gang’ remaja masjid, IPK-ku tergolong tidak baik, 3 kurang. Begitu-pun
nilai TOEFL juga kurang dari 500.
Saat
muncul keinginan kuliah ke LN karena terpicu oleh beberapa junior remaja masjid
yang sukses kuliah LN terkendala dua nilai tersebut. Mau mengejar TOEFL lebih
dari 500 sudah tidak punya waktu lagi. Otak juga sudah tidak ngejar.
Pelarian
terakhir hanyalah kepada-Nya, tetap istiqomah berdoa & berdakwah ..
Allahu
Akbar!! Saat muncul ‘titik jenuh serat’ dengan suasana kantor, Allah memberikan
kesempatan sekolah LN. Betul-betul ajaib ..
Emang
Allah memberikan 2 kemudahan saat muncul 1 kesulitan, seperti dalam surat Al-Insyirah:
5-6.
Saat
muncul kesulitan dengan adanya syarat harus publish paper di jurnal nasional
agar bisa lulus, aku putuskan harus bisa publish paper di China. Mau tidak mau
aku harus melakukan riset di China.
Kesulitan
utama yang menghadang adalah kemampuan Bahasa China yang jelas sangat kurang. Inilah
salah satu sebab semua teman kelasku memilih untuk riset di negerinya sendiri. Terbayang
ketakutan susahnya berkomunikasi dengan orang China.
Saat
muncul kesulitan inilah justru aku lihat ada peluang bisa travelling di China. Termasuk
aku ingin travelling ke daerah China Selatan juga. Untuk Beijing sendiri masuk
dalam China Utara. Beberapa teman kelas hanya menganggap keinginanku itu angin
lalu saja.
Saat
kemampuan pas-pasan, memang hanya kepada-Nya bersandar ..
Allahu
Akbar! Benar-benar Allah menjawab doa hamba-Nya yang otaknya pas-pasan ..
Sore
tadi aku presentasi riset tesis tentang perbandingan pengelolaan kawasan
konservasi antara China dan Indonesia, dengan studi kasus di taman nasional
Beijing dan Merapi. Aku gunakan pelajaran ilmu ‘pangku’ yang ada pada aksara
Jawa. Intinya ilmu bagaimana mengambil hati seseorang. Tentu saja dengan cara
yang baik.
Karena
sekali lagi kemampuan Bahasa Inggrisku pas-pasan, aku perbanyak gambar/foto di
power point-ku. Terutama foto-foto kegiatan bird watching selama di China
bersama komunitas birdwatcher Beijing.
Ssstttt
… terus terang saja, aku tertarik kegiatan bird watching bukan karena paham ilmu
per-burungan, melainkan lebih senang ke jalan-jalan di alam saja, seperti di
gunung, hutan, taman, dan lain sebagainya.
Dari
situlah 5 profesor yang mengujiku sepertinya tertarik. Nyaris tidak ada
pertanyaan. Malah memberikan masukan agar objek penelitianku ditambah.
Eureka!
Salah seorang profesor memintaku agar riset di China Selatan. Kampus akan
menyediakan funding-nya. Pekan lalu aku juga sudah dapat riset fund termin
pertama.
Yang
luar biasa lagi. 3 jam setelah presentasi, salah seorang asisten profesor
memberitahu kalau 5 profesor tersebut akan mengajak mahasiswa yang presentasi
hari ini makan malam di restoran.
Mungkin
bagi sebagian orang, kisah-kisah berikut hanyalah kisah biasa saja.
Tapi
bagiku kisah-kisah sukses sekecil apapun jika terus diingat apalagi
dicatat/ditulis akan memicu kesuksesan-kesuksesan berikutnya.
Ini
seperti ajaran Anthony Robbins (dalam buku Unlimited Power) saat dia menjadi
pelatih petenis dunia Andre Agassi. Saat itu Andre Agassi terpuruk setelah
menjadi juara. Kemudian Anthony Robbins melatihnya. Padahal Anthony Robbins
tidak ada pengalaman melatih tenis. Latihan yang dia berikan hanyalah melatih
kesuksesan-kesuksesan yang dialami Andre Agassi, terutama mengingat betul bagaimana
kondisi fisik dan pikirannya saat sukses.
Jadi
chemistry kesuksesan dimunculkan lagi. Terus diulang-ulang lagi, sampai
akhirnya kesuksesan menjadi kebiasaan.
Sepertinya
tindakan bodoh, seperti seseorang yang tiap hari menulis diary. Tapi kelak
jelas ada manfaatnya.
Ini
seperti beberapa teman bilang ilmuku saat ambil S2 di Perbankan Syariah UIN
Sunan Kalijaga tidak berguna lagi karena bekerja di Kehutanan. Aku jawab,
justru dari kuliah di UIN inilah aku dapat ilmu yang sangat berharga yakni
menulis dan iklim akademik.
Saat
kuliah di UIN juga cukup lucu. Kemampuan Bahasa Arab-ku jelas kurang. Tapi aku
tetap PeDe, karena aku tahu aku ada potensi di ilmu hitung-hitung, dan
Alhamdulillah di Jurusan Perbankan Syariah yang masih baru ini pengajarnya
mayoritas dari UGM dan UII. Aku pilih juga riset tesis yang kuantitatif.
Alhamdulillah
pula dapat beasiswa prestasi tiap bulan dari Departeman Agama karena dapat
ranking 1 di kelas, sampai akhirnya lulus cumlaude dan masuk ranking di buku
Wisuda.
Pengalaman
akademik saat di UIN itulah yang betul-betul membekas. Awal tumbuhnya percaya
diri bahwa Remaja Masjid ternyata bisa juga berprestasi, walaupun otak
pas-pasan …
Sungguh Allah betul-betul mengganti jerih payah hamba-Nya yang sudah berusaha
memakmurkan rumah-Nya ..
BJFU Apartment, kamar 704, 7 Juni
2013, 20.40 waktu Beijing