Kamis, 02 April 2020

DESA MELAWAN COVID-19

Di saat banyak desa melakukan penyemprotan hingga lockdown di wilayahnya dalam menyikapi penyebaran wabah Covid-19, beberapa desa bertindak lebih maju lagi. Setelah Pemerintah mengumumkan masa tanggap darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020, Pemerintah Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul langsung membentuk tim tanggap darurat untuk antisipasi kemungkinan terburuk.

Opini Koran KEDAULATAN RAKYAT tanggal 2 April 2020 halaman 11

Lurah Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi langsung membentuk tim khusus Panggungharjo Tanggap Covid-19 (PTC). PTC adalah gerakan bersama warga desa Panggungharjo dalam penanggulangan bencana Covid-19 melalui upaya pencegahan, penanganan, maupun penanggulangan dampak virus dalam aspek kesehatan, sosial, maupun ekonomi.

PTC yang disusun Pak Lurah bersama tim terdiri dari satu modul utama serta empat modul pendukung. Modul utama adalah modul PTC-19, sedangkan modul pendukung meliputi Modul Lapor yang digunakan untuk menghimpun data kondisi warga baik kondisi klinis maupun non klinis khususnya ekonomi. Kemudian Modul Dukung untuk menghimpun potensi sumber daya sosial yang mungkin diberdayakan guna memitigasi baik pencegahan, penanganan maupun penanggulangan dampak baik klinis maupun non klinis. 

Modul ketiga adalah Modul Mitigasi Klinis berbasis web aplikasi untuk memonitoring dan asistensi harian kepada warga yang beresiko terdampak secara klinis. Terakhir modul keempat adalah Modul Mitigasi Ekonomi yang digunakan untuk identifikasi kelompok terdampak sehingga bisa digunakan sebagai dasar dalam melakukan upaya pencegahan berupa pemberikan pekerjaan yang kehilangan pekerjaan melalui program PKTD dan Program Sejengkal Tanah Seluas Harapan maupun upaya penanganan dan penanggulangan melalui program jarring pengaman dengan mengoptimalkan peran lembaga desa Bapel JPS.

Hasilnya dalam rilis tanggal 29/3 dari 3.495 warga Panggungharjo melaporkan kondisi kesehatannya melalui web aplikasi, dengan rincian 12 orang dalam pantauan; 11 kontak erat resiko tinggi, 159 kontak erat resiko rendah, 435 orang dengan gejala, 2.157 orang tanpa gejala. Dari data ini Pemdes Panggungharjo dapat melakukan kegiatan strategis dari aspek klinis.

Pemdes Panggungharjo telah melaksanakan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PPBM), yakni upaya meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat, agar mampu menolong diri sendiri dan kelompoknya dalam menghadapi ancaman bahaya yang berpotensi menjadi bencana di sekitar kehidupannya (Sudibyakto dkk, 2012). Manajemen kebencanaan berbasis masyarakat ini meliputi keseluruhan tahap, yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. PBBM pada intinya merupakan sebuah pendekatan penanggulangan bencana yang berbasis pada komunitas lokal. 

Dalam praktiknya, manajemen ini mengakomodasi potensi dan modal sosial (social capital) yang ada di masyarakat sebagai sumber daya dalam melaksanakan program penanggulangan bencana. Sehingga, diharapkan masyarakat akan tanggap dan sadar bahwa mereka mempunyai kapasitas yang memadai dalam penanggulangan bencana. Proses pemberdayaan ini menghendaki adanya kemauan politik (politic will) dari pemerintah untuk berperan sebagai fasilitator dalam rangka mendorong berkembangnya Kelompok Masyarakat Sadar dan Tanggap Bencana (Sudibyakto dkk, 2012)

Pemimpin masyarakat lokal sudah seharusnya menjadi agen pembelajaran dan perubahan untuk inisiatif masyarakat lokal (Tyler, 2006 dalam Indiyanto 2012). Oleh karena itu, ia harus mampu menjembatani dan berbicara dengan dua bahasa (bahasa sains dan bahasa pengetahuan lokal). Ia harus merupakan sosok yang terpelajar sekaligus memiliki charisma dan mendapat pengakuan (recognition)

Ia juga mempunyai kekuatan mengompakkan (consolidation) oleh dua sisi: kultural (tradition) dan struktural (rational legal authority). Atau dengan kata lain, adanya pmimpin kharismatik didukung oleh birokrasi struktral yang dikontrol oleh otoritas yang berdiri secara rasional atau sebuah kombinasi tradisional dan otoritas birokrasi (Weber, 1947 dalam Indiyanto, 2012). Karena bagaimanapun, masyarakat membutuhkan legitimasi di tengah ketidakpastian dan kecemasan. Apalagi ditengah gempuran berita Covid-19 baik di media massa maupun media sosial saat ini.

Yogyakarta, 30 Maret 2020