7 tahun
setelah erupsi tahun 2010, Gunung Merapi berbenah diri, dan menunjukkan
perubahannya. Gunung berapi paling aktif ini ternyata masih menjadi destinasi
favorit wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Spot wisata alam dan
budaya yang dikelola masyarakat maupun Pemerintah mulai bermunculan di sekiling
Gunung Merapi.
Gunung yang
berada berada di wilayah Kabupaten Klaten dan Boyolali, Propinsi Jawa Tengah
serta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini menyimpan potensi
alam yang luar biasa. Selain ekosistem volkano atau gunung berapi yang khas,
juga menyimpan sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat kedua propinsi.
Alasan inilah yang mendasari Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X mengajukan
usulan agar kawasan Gunung Merapi menjadi Taman Nasional.
Rubrik Pariwisata KR tanggal 13 Agustus 2017
Taman
Nasional sendiri adalah kawasan pelestarian alam baik daratan
maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi
(Permenhut No. 56 Tahun 2006). Usulan dari penguasa Kraton Yogyakarta yang juga Gubernur DIY ini ditindaklanjuti oleh Kementerian Kehutanan dengan sebuah
kajian yang mendalam. Pada tahun 2004 Menteri Kehutanan menunjuk kawasan
Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung
Merapi Seluas ± 6.410 ha, di Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan Sleman menjadi
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.
134/Menhut-II/2004.
Obyek wisata
alam yang terkenal sebelum erupsi tahun 2010 Kaliurang dan Kalikuning di
Sleman, Deles di Klaten dan Selo di Boyolali. Setelah erupsi tahun 2010
bermunculan banyak obyek wisata yang dikelola masyarakat atau Desa. Wisata
Adventure Jeep Wisata Merapi masih menjadi favorit wisatawan selama mengunjungi
Merapi.
Selain itu
obyek wisata alam Nirmolo dan Muncar, Kaliurang, Sleman dan pendakian Gunung
Merapi via jalur Selo, Boyolali yang dikelola oleh Balai TNGM masih menjadi
primadona wisatawan. “Selama tahun 2016 jumlah wisatawan yang berkunjung ke
obyek wisata alam TNGM ada 234.780 orang, dengan perincian 233.306 wisatawan
nusantara, dan 1.474 wisatawan mancanegara,” jelas Susilo Ari
Wibowo,S.Hut,M.Sc., koordinator Bagian Evaluasi dan Laporan TNGM.
Tahun 2017
Balai TNGM juga membuka obyek wisata alam lain, seperti Kalikuning di
Cangkringan, Jurang Jero di Srumbung Magelang, serta wisata pendakian via
Sapuangin di Kemalang, Klaten. “Jalur pendakian Sapuangin atau jalur Deles
(lama) kita buka secara resmi pada 12 Mei 2017 untuk mengakomodir salah satu
fungsi Taman Nasional, yakni pemanfaatan wisata alam”, kata Iskandar, S.Hut,
Kepala Seksi Pengelolaan TNGM wilayah Klaten – Boyolali.
“Untuk jalur
Sapuangin kita buat eksklusif, kuota maksimal 20 orang per hari, beda dengan
Selo yang dapat mencapai ratusan orang tiap harinya. Dan adanya 2 jalur
pendakian di Gunung Merapi (Sapuangin dan Selo) ini sangat membantu kami dalam
manajemen pendakian,” jelas Iskandar. Dalam pengelolaan obyek wisata alam TNGM
juga melibatkan Pemerintah Desa, sehingga masyarakat turut merasakan manfaatnya
secara ekonomi.
Selain potensi
wisata alam berupa landscape atau bentang
alam, dalam kawasan TNGM juga menyimpan potensi keanekaragaman hayati khas
pegunungan tropis. Menurut Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNGM
–Putu Dhian Budami,S.Hut,MPA- ada 171 jenis burung dan 15 jenis mamalia yang
hidup di dalam kawasan TNGM. “Sebelum erupsi tahun 2010 ada 159 jenis burung,
survei kehati pada tahun 2011 tercatat ada 97 jenis burung, jadi ada
peningkatan setelah erupsi 2010.”
Sama dengan
Taman Nasional lain, TNGM juga memiliki satwa maskot atau flagship species, yakni Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). Burung yang menjadi simbol NKRI ini termasuk
satwa yang dilindungi oleh Negara, karena statusnya yang terancam punah. Elang
Jawa di TNGM hanya hidup di hutan primer yang masih terjaga keasliannya.
“Catatan kami
ada 6 ekor Elang Jawa (Elja) di TNGM. 2 pasang di wilayah Sleman, 1 ekor di
Magelang, dan 1 ekor di Klaten,” kata Irwan Yuniatmoko, PEH TNGM yang
bertanggungjawab data satwa burung. “Sebelum erupsi 2010 kami hanya menemukan 3
ekor Elja, sepasang di Sleman, 1 ekor di Klaten. Elja adalah satwa yang unik,
dia hanya kawin satu kali untuk seumur hidup. Perannya sangat penting sebagai
indikator kawasan hutan yang sehat,” jelas Irwan.
Selain Elja,
di dalam kawasan TNGM juga masih ada satwa mamalia yang dilindungi, yakni Macan
Tutul (Panthera pardus), Kucing Hutan
(Felix bengalensis), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), Landak (Hystrix brachyura), dan Kijang (Muntiacus muntjak). Dokumentasi Macan
Tutul masih terbatas pada jejak kaki, feses (kotoran), dan cakaran di pohon.
Masih belum diperoleh hasil berupa foto atau video dari pemasangan beberapa
kamera trap. 4 spesies lain ada dokumentasinya.
Potensi lain
Gunung Merapi adalah adanya tumbuhan khas ekosistem pegunungan tropis sebanyak
301 jenis tumbuhan. Diantara jumlah tersebut ada 62 jenis Anggrek. “Jumlah
Anggrek yang ditemukan di lereng Selatan Gunung Merapi relatif menurun,
dibandingkan sebelum erupsi 2010 sebanyak 67 jenis,” papar Widya Kridaningsing,
SP, PEH TNGM yang bertanggungjawab pada konservasi Anggrek TNGM.
Maskot Anggrek Merapi adalah Anggrek pandan jenis
Vanda tricolor, yang termasuk jenis
endemik Merapi. “Untuk mendukung konservasi Anggrek sekaligus wisata pendidikan
kami melakukan Program Adopsi Anggrek Merapi. Adopsi anggrek dilaksanakan
di area seluas ±5 ha oleh 22 adopter selama kurun waktu tahun 2015 -
2016. Anggrek yang ditanam sebanyak 6 jenis, yakni Vanda tricolor, Pholidota ventricosa, Macropodanthus teysmanni, Eria
hyacinthoides, Bulbophyllum flavesces, dan Dendrobium mutabile yang ditanam pada 12 pohon inang jenis Puspa (Schima wallichii). Hasil evaluasi pada
akhir tahun 2016, 22 jenis anggrek tersebut tumbuh dengan baik,” jelas Widya.
Keanekaragaman hayati Merapi baik berupa
tumbuhan maupun satwa dapat mudah ditemukan wisatawan saat berkunjung di obyek
wisata alam Nirmolo, Kaliurang, Sleman maupun Sapuangin, Kemalang, Klaten. Kegiatan
mengintip burung ‘birdwatching’ di
Plawangan masih menjadi wisata minat khusus yang semakin menarik pengunjung. Wisata
minat khusus lain adalah wisata sepeda gunung jenis enduro di Jalur Sapuangin, Kemalang, Klaten.
Bagi wisatawan yang ingin memperoleh informasi
tentang wisata alam maupun potensi tumbuhan dan satwa liar, bahkan ingin
melakukan penelitian dapat mengunjungi kantor Balai TNGM yang ada di Jalan
Kaliurang Km. 22,6, Pakem, Sleman, DIY. Keunikan lain yang hanya
ditemukan di TNGM adalah adanya lokasi pembelajaran ilmu alam, yakni pelajaran
tentang seleksi alam dan suksesi. Ada jenis tumbuhan yang tahan terhadap erupsi
Merapi, ada yang mati terkubur untuk kemudian tumbuh kembali.
Setelah 7 tahun erupsi Merapi ada kawasan hutan
yang sengaja dibiarkan secara alami (suksesi alami), juga ada ada kawasan lain
yang dilakukan kegiatan restorasi (suksesi buatan). Pelajaran ini sangat jarang
diperoleh di tempat lain. Sangat merugi jika berkunjung ke Yogyakarta melewatkan
untuk Berguru pada Merapi.
Yogyakarta,
8 Agustus 2017
Ttd
Arif Sulfiantono,S.Hut,M.Sc,M.S.I.
Fungsional
PEH
& Kepala Resort Kemalang TNGM