Jumat, 03 November 2023

K3 WISATA

Wisata identik dengan kegiatan memberikan kesenangan dan kenikmatan, karena kegiatannya bertujuan memberikan beragam aktifitas secara santai dan menyenangkan. Namun, kegiatan yang seharusnya menyenangkan itu berubah menjadi tragedi yang mengerikan saat terjadi kecelakaan. Kasus atraksi wisata di destinasi wisata The Geong Limpawukus di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (25/10) yang menewaskan seorang wisatawan mengajarkan banyak hal tentang urgensi K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) wisata.

 
ada di rubrik ANALISIS koran Kedaulatan Rakyat hari Jumat, 3 November 2023, halaman 1 & 7

Dari hasil olah TKP ditemukan bahwa jenis kaca yang digunaka adalah tempered 1 lapis tebalnya 12 mm atau 1,2 cm (Detiknews, 20/10). Untuk sisi keamanan harusnya menggunakan kaca tempered laminated, sehingga ketika pecah tidak berhamburan. Polisi menambahkan bahwa tingkat keamanan kaca-pun seharusnya ada dua lapis, kalau lebih aman tiga lapis, sehingga tebalnya sekitar 3,6 cm, bukan hanya 1,2 cm.

Selain itu juga ditemukan terdapat perbedaan lebar dan jumlah pilar sebagai penahan jembatan. Hal ini menyebabkan tekanan yang dihasilkan tidak semuanya sama, sehingga penahan tidak optimal ini juga dapat menyebabkan salah satu kaca tersebut pecah (Detiknews, 20/10). Apalagi jembatan kaca setinggi 10 meter tersebut dinaiki 4 orang secara bersamaan.

Kecelakaan yang terjadi di destinasi wisata menimbulkan kerugian bersifat materi dan immaterial, baik bagi pengelola dan pengunjung yang menjadi korban. Pengelola mengalami dua kerugian sekaligus, yaitu mengganti kerugian kepada korban, dan kerugian bersifat immaterial, yaitu reputasi (Yudistira & Susanto, 2012). Kerugian immateril bersifat jangka panjang, yaitu kelangsungan destinasi untuk kembali memulihkan citra positif sehingga pengunjung melupakan kejadian tersebut.

Belajar dari kasus jembatan kaca tersebut, kunci sukses sebuah kegiatan pariwisata harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Maka dari itu pengelolaan risiko wisata merupakan hal yang penting dalam menjamin keselamatan wisatawan. Keselamatan merupakan faktor utama yang menjadi pertimbangan wisatawan untuk memutuskan memilih destinasi wisata yang akan dikunjungi (Hermawan, 2017).

Wisatawan juga memperoleh perlindungan sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menggantikan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 memberikan kepastian jaminan adanya keselamatan pengunjung wisata, misalnya saja pada pasal 20, wisatawan juga berhak memperoleh: a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; c. perlindungan hukum dan keamanan; d. pelayanan kesehatan; e. perlindungan hak pribadi; dan f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.

Usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi meliputi, antara lain wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam bebas. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keselamatan wisatawan dapat dilakukan dengan mengevaluasi setiap risiko bahaya melalui manajemen bahaya yang meliputi penerimaan atas kejadian yang dapat ditoleransi, meminimalisir risiko, dan mengalihkan risiko (Achjar, 2020).

Alhamdulillah sarapan yang maknyuss 😋😀😁

Ancaman risiko keamanan wisatawan dapat dipengaruhi dan disebabkan oleh beragam faktor, seperti bencana alam, serangan satwa, konflik sosial, perilaku manusia dan lain-lain. Oleh karena itu, pengelola wisata dituntut melakukan estimasi risiko secara mendalam. Estimasi ini akan menghitung derajat risiko yang terbagai dalam tiga level yaitu tinggi, menengah dan rendah (Siahaan, 2007). Level ini dapat juga digunakan untuk menilai derajat risiko tempat wisata menggunakan pendekatan manajemen risiko.

Manajemen risiko menjadi alat untuk meminimalisir kerugian bagi semua pihak terkait, khususnya bagi pengelola. Salah satu cara penilaian risiko adalah melalui cara ‘walk trough survey’ di destinasi dengan melakukan penelusuran secara sistematik. Identifikasi yang dapat dilakukan oleh pengelola destinasi adalah dengan membuat daftar pertanyaan 5W1H. What, apa saja potensi hazard (bahaya) yang ada di destinasi tersebut?

Who, siapa saja yang mungkin akan terdampak oleh potensi bahaya tersebut? When, kapan dan seberapa lama risiko bahaya dapat terjadi? Where, dimana bahaya muncul dan dimana dampak akan terjadi? Why, mengapa dan apa sebabnya jika terjadi kecelakaan? How, bagaimana kemungkinan kecelakaan atas potensi bahaya dapat terjadi?

Saat ini memang pengelola destinasi sudah mengunakan pendekatan manajemen risiko dalam menyelenggarakan kegiatan wisata meski skala pengunaannya masih jauh dibandingkan dengan industri keuangan perbankan dan asuransi. Apalagi jumlah destinasi tiap tahun naik, seperti di DIY sudah ada 148 destinasi wisata (Dinas Pariwisata DIY, 2023). Semoga semua destinasi tersebut melakukan estimasi risiko untuk meminimalisir kecelakaan.


Yogyakarta,  1 November 2023

Ttd 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM


Senin, 09 Oktober 2023

WISATA HIJAU

 

Wisata hijau atau wisata berkelanjutan akan menjadi tren pengembangan wisata ke depan. Wisata hijau juga menjadi tema hari pariwisata dunia (World Tourism Day/WTD) pada 27 September 2023 yakni, ‘Tourism and Green Investments, Investing in People, Planet and Prosperity’. ‘Investasi hijau dan ramah lingkungan, investasi manusia, bumi, dan kesejahteraan’ menjadi tema besar WTD yang berlangsung selama dua hari pada 27-28 September di kota Riyadh, Arab Saudi dengan sejumlah agenda pertemuan tingkat tinggi.


Analisis Koran Kedaulatan Rakyat hari Senin, 9 Oktober 2023

Pertemuan para delegasi sedunia selain akan membahas tentang pariwisata dan investasi ramah lingkungan, juga membahas tema pariwisata untuk masyarakat, kesejahteraan, dan antarbudaya. WTD kemudian oleh Dinas Pariwisata DIY diadopsi dan dikontektualisasi sebagai Jogja Tourism Day (JTD) yang mengangkat tema Jogja “For People, For Planet, For Prosperity”.

JTD merupakan representasi kerjasama pentahelix dalam lingkup lintas wilayah (4 Kabupaten dan 1 Kota di DIY). Tema besar pariwisata berkualitas dan berkelanjutan sesungguhnya telah masuk dalam rencana kebijakan kepariwisataan DIY periode 2022-2027. Tema ini juga dimasukkan dalam pengembangan desa wisata di DIY. Ada beberapa poin dalam pengembangan desa wisata berkelanjutan.

Pertama adalah Keberlanjutan Lingkungan, yakni desa wisata yang bertanggung jawab akan memprioritaskan praktik pariwisata ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan konservasi alam. Kedua Pemberdayaan Masyarakat, yakni memberdayakan masyarakat dengan memberikan peluang dan lapangan kerja, mendukung UMKM, dan meningkatkan pendapatan warga melalui pariwisata yang bertanggung jawab.

Ketiga Pelestarian Warisan Budaya. Desa wisata yang memiliki potensi budaya yang unik seperti seni tradisi, kerajinan tangan, adat-istiadat dan seni lokal harus dilestarikan dan dipromosikan menjadi atraksi wisata. Keempat Edukasi Pariwisata Bertanggungjawab, yakni desa wisata dapat menjadi pusat Pendidikan untuk masyarakat tentang praktik wisata yang bertanggungjawab. Desa wisata menyediakan informasi kepada pengunjung tentang cara menjaga lingkungan, menghormati budaya lokal, dan berkontribusi positif pada masyarakat yang mereka kunjungi.

Kelima Kolaborasi, yakni pentingnya kerja sama dalam promosi pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Desa wisata menjadi bagian dari pentahelix dan organisasi internasional untuk menjaga keberlanjutan pariwisata global. Untuk DIY sendiri saat ini ada 6 desa wisata yang telah memperoleh sertifikasi desa wisata berkelanjutan, yakni desa wisata Jatimulyo, Kulon Progo; desa wisata Pentingsari, Sleman; desa wisata Nglanggeran, Gunung Kidul dan desa wisata Kebonagung, Mangunan, dan Wukirsari Bantul.

Keenam desa wisata tersebut memiliki potensi wisata hijau berkualitas (Green Quality Tourism), seperti desa wisata Jatimulyo dengan wisata burung liar di alam sehingga terkenal dengan brand Desa Ramah Burung. Desa wisata Nglanggeran dengan ekowisata Geopark Gunung Api Purba bahkan berhasil masuk menjadi desa wisata tingkat dunia versi UNWTO (United National World Tourism Organization).

Untuk desa wisata Kebonagung mempertahankan warisan budaya di Imogiri serta paket wisata jelajah alam dan budaya Sungai Oya. Paket wisata ini banyak digemari wisatawan mancanegara dari Eropa, karena pengunjung diajak menikmati alam baik dengan jalan kaki (trekking) maupun sepeda dan kano susur Sungai Oya. Ada 3 pilar yang harus ada dalam wisata hijau, yakni perlindungan Ekologi, Edukasi pengunjung, dan nilai Ekonomi.

Perlindungan ekologi adalah nilai konservasi atau pelestarian alam, meminimalkan kerusakan alam. Edukasi pengunjung berupa pembelajaran bagi pengunjung untuk mencintai bumi tempat dia hidup. Nilai ekonomi adalah pariwisata harus dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Output pariwisata adalah ‘cuan’ atau uang.

Hal menarik Jogja Tourism Day menyambut World Tourism Day dipusatkan di pantai Glagah, kalurahan Glagah pada tanggal 27 September 2023. Glagah adalah contoh kebangkitan desa wisata yang terimbas pembangunan bandara udara. Dengan menggunakan BKK Desa Mandiri Budaya (DMB), kalurahan Glagah fokus pada wisata hijau untuk membangkitkan potensi pariwisatanya. Tidak hanya potensi wisata alam pantai yang digarap kalurahan Glagah.

Potensi lain seperti perikanan dan pertanian organik yang setahun ini dikerjakan menggunakan BKK DMB sudah mulai menghasilkan dan mampu menyerap tenaga kerja lokal. Kedepannya akan dipadukan menjadi paket wisata hijau Glagah, yang dihadapannya ada pintu masuk wisatawan, yakni bandara YIA. Semoga event JTD mampu penjadi pembukanya.


Yogyakarta, 22 September 2023

Ttd

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Kamis, 24 Agustus 2023

LOMBA DESA WISATA YOGYAKARTA 2023

 

Ada hal yang menarik dalam kegiatan Penghargaan Desa Wisata tingkat DIY tahun 2023. Lomba desa wisata yang memperebutkan hadiah senilai ratusan juta rupiah ini menggunakan metode penilaian yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Pertama, Juri atau tim penilai melakukan pencermatan dokumen (desk assessment) atau kurasi sebelum berkunjung ke desa wisata.

Dokumen ini merupakan profil dari 15 desa/kampung wisata dan homestay yang diajukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota di DIY, yakni yang menjadi juara I sampai III lomba desa/kampung wisata dan homestay di tingkat Kabupaten/Kota. Kedua, pada tahun ini juri berlaku sebagai wisatawan dengan waktu kedatangan kapan saja sehingga pihak pengelola desa/kampung wisata maupun Dinas Pariwisata DIY-pun tidak mengetahuinya. Dalam pelaksanaannya layaknya sebagai wisatawan, juri pun mengunjungi daya tarik wisata unggulan dan menikmati paket wisata yang disediakan oleh pengelola desa/kampung wisata.

Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 24 Agustus 2023 halaman 11

Melalui metode seperti ini Juri dapat melihat kondisi secara riil pengelolaan homestay yang ada di desa/kampung wisata saat melakukan reservasi, membeli paket live-in hingga menginap. Tim Juri merupakan akademisi dan praktisi pariwisata dari Badan Promosi Pariwisata Daerah DIY, tenaga ahli Dinas Pariwisata DIY, Pusat Studi Pariwisata UGM, Universitas BSI, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia/GIPI DIY, Forkom Desa/Kampung Wisata DIY, dan Paguyuban Bank Sampah DIY.

Dengan tidak adanya pemberitahuan ke desa wisata maupun Dinas Pariwisata setempat, menjadikan suasana kelihatan aslinya, kondisi sehari-hari. Penilaian yang menarik lainnya adalah pengelolaan lingkungan, yakni penanganan sampah, salah satu kunci penting dalam pengembangan pariwisata. Ada 3 hal penting dalam penilaian lingkungan yang sebenarnya juga masuk dalam kriteria CHSE, kependekan dari Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability yakni pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan di desa wisata.

Pertama, adanya kelembagaan terorganisir untuk mengelola sampah yang timbul dalam kegiatan pariwisata di desa wisata. Kedua, pengelolaan sampah dilaksanakan secara ramah lingkungan seperti tidak melakukan pembakaran. Ketiga, sajian kuliner dan minuman di desa wisata masih menggunakan plastik atau tidak, serta penyajian menu lokal dengan kemasan ramah lingkungan.

Melalui metode penilaian tersebut diharapkan diperoleh desa/kampung wisata yang berkualitas, memenuhi standar nasional maupun internasional, berdaya saing serta sustainable. Sejatinya lomba desa wisata ini adalah bentuk apresiasi terhadap pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism/CBT). Pengelolaan desa wisata yang memenuhi CBT tentu dapat meningkatkan produktivitas masyarakat untuk memajukan perekonomian dan kesejahteraan desa setempat.

Desa wisata yang maju dapat memberikan beberapa dampak positif seperti: (1) bertambahnya lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi pengangguran; (2) meningkatnya pertumbuhan ekonomi; (3) terpeliharanya kelestarian alam, sumber daya dan kebudayaan; dan (4) terciptanya sarana prasarana infrastruktur yang mumpuni. Adanya lomba desa wisata yang rutin dilaksanakan ini dapat menjaga motivasi pengelola desa/kampung wisata dalam mempertahankan keberlangsungan pariwisatanya agar senantiasa dapat memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat.

Output atau keluaran dari pariwisata adalah ‘cuan’ atau uang, yakni seberapa besar nilai uang masuk ke desa wisata. Untuk pelaksanaan lomba desa wisata juga diperoleh banyak manfaat, yakni kondisi riil desa wisata di DIY. Pertama adalah perlunya peningkatan pemahaman tentang identitas desa wisata atau USP (Unique Selling Product) yang nantinya mempengaruhi paket desa wisata.

Kedua peningkatan skills atau ketrampilan pengelola dalam menjelaskan identitas atau nilai khas desa wisatanya, termasuk kemampuan storytelling untuk memikat wisatawan tinggal lebih lama. Kedua hal tersebut merupakan permasalahan dari SDM desa wisata. Kolaborasi yang harmonis antar aktor pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku pariwisata (pebisnis), media masa, dan masyarakat) sangat dibutuhkan dalam peningkatan SDM untuk pengembangan desa wisata. Wallahu’alam.

 

Yogyakarta, 21 Agustus 2023, pukul 17.15 WIB

Senin, 13 Maret 2023

MENINGKATKAN WISATA, MENGENAL HARI KOPI

Pecinta kopi Indonesia mungkin belum tahu bila tanggal 11 Maret adalah Hari Kopi Nasional. Peringatan merujuk pada terbentuknya Dewan Kopi Indonesia (Dekopi). Dekopi sendiri dideklarasikan pertama kali pada tanggal 9 Desember 2017 di Yogyakarta oleh sejumlah oganisasi kopi dan tokoh perkopian Indonesia.

Pembentukan Dekopi diprakasai oleh Menteri Pertanian RI periode 2004-2009, Anton Aprianto yang kemudian dipilih sebagai Ketua Umum Dekopi. Pada tanggal 11 Maret 2018 dilaksanakan Pengukuhan Dewan Kopi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia saat itu yakni Amran Sulaiman.

Tayang di redaksi Opini Koran 'Kedaulatan Rakyat' tanggal 12 Maret 2023 halaman 11


Pembentukan Dekopi sendiri dilakukan sebagai upaya mempopulerkan kopi sebagai komoditas unggulan Indonesia guna memajukan industri perkopian. Peringatan Hari Kopi Nasional tiap tanggal 11 Maret adalah penanda bangkitnya kopi Indonesia.

Tema peringatan Hari Kopi Nasional tahun 2023 ini adalah, “Keberagaman Kopi Nusantara Perkuat Ekonomi Masyarakat dan Pererat Harmonisasi Bangsa”. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi kopi di Indonesia mencapai 794.800 ton pada 2022 (dataindonesia.id, 2023). Jumlahnya meningkat 1,10% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 786.191 ton.

Produksi kopi terbesar berada di Sumatera Selatan, yakni 212.400 ton pada 2022, kemudian Lampung sebanyak 124.500 ton (dataindonesia.id, 2023). Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat menjadi provinsi dengan produksi kopi paling sedikit, yakni hanya 100 kilogram, sedangkan Kepulauan Riau, Maluku, Papua tidak ada data produksi kopi.

Selain sebagai komoditas unggulan bagi sektor perkebunan dalam negeri, industri kopi memiliki peran yang krusial terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Industri kopi telah berkontribusi sebagai pendorong pendapatan petani kopi, sumber devisa negara, penghasil bahan baku industri, hingga penyedia lapangan pekerjaan melalui kegiatan pengolahan, pemasaran, serta perdagangan ekspor dan impor.

Di tingkat desa, petani pengolah kopi memperoleh nilai tambah yang signifikan. Petani kopi anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kalurahan Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo dengan 24 batang pohon kopi Robusta usia 7 tahun dapat menghasilkan 288 Kg Kopi petik merah.

Hasil panen tersebut diolah menjadi 28,77 Kg kopi, kemudian di-packing (kemas) menjadi 575 bungkus kemasan 50 gram, dan 144 bungkus kemasan 200 gram. Harga jual kopi sebesar Rp 10.000,- untuk kemasan 50 gram, dan Rp 32.000,- untuk kemasan 200 gram. Pengolahan kopi tersebut dapat memberdayakan sebanyak 6 warga.

Untuk Kopi Sulingan yang diproduksi oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi Kalurahan Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo dapat memberi penghidupan sebanyak 2 warga. Yang menarik, Kopi Sulingan dikemas dengan paket wisata dalam Avitourism atau wisata pengamatan burung di Jatimulyo. Kopi Sulingan menjadi brand dalam program adopsi sarang burung oleh KTH Wanapaksi dapat memberdayakan 6 warga untuk adopsi satu sarang burung.

Budidaya kopi dibundling (dikemas) dengan paket wisata desa dapat menjadi wisata tematik, yakni salah satu cara pengemasan produk pariwisata yang erat dengan unsur budaya dan alam. Dampak dari pandemi Covid 19 wisatawan mencari wisata yang orisinal, di alam terbuka, tidak massal, dan lebih meaningful.

Berdasarkan potensi desa wisata di Indonesia, wisata tematik adalah pilihan yang tepat untuk memulihkan dan meningkatkan pariwisata, salah satunya adalah wisata tematik kopi. Wisatawan tidak hanya menikmati kopi dari daerah asalnya, melainkan sambil menikmati suasana pegunungan, budidaya di kebun kopi, aktivitas pemanenan, roasting (sangrai), hingga mempelajari sejarah dan budaya daerah tersebut.

Unsur ekonomi, ekologi, dan edukasi perlu digabungkan secara proporsional sehingga dapat menjadi wisata tematik kopi yang menarik wisatawan. Desa wisata atau destinasi wisata tematik kopi dapat berkolaborasi dengan warung kopi atau café yang sudah terkenal sebagai sarana promosi, atau sekaligus bagian dari mata rantai wisata tematik kopi.

Wisata tematik kopi merupakan salah satu jalan dalam memajukan perkopian Indonesia serta mensejahterakan petani dan pelaku usahanya. Dan ini sejalan dengan tema Hari Kopi Nasional yakni memperkuat ekonomi masyarakat. Semoga pertumbuhan wisata tematik kopi juga diinisiasi oleh pegiat kopi dan wisata Yogyakarta.

Yogyakarta, 9 Maret 2023

Ttd

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pegiat Desa Wisata DIY, admin WAG Kopi & Konservasi & dosen praktisi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Sabtu, 21 Januari 2023

ASEAN TOURISM FORUM


2 pekan lagi Asean Tourism Forum (ATF) bakal digelar di Yogyakarta, tepatnya tanggal 2 hingga 5 Februari 2023. Yogyakarta dipilih menjadi lokasi pertemuan tahunan tingkat Menteri Pariwisata Negara Asia Tenggara, karena dipandang sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas. Tentu ini menjadi tantangan saat viralnya berita yang dirilis BPS di awal tahun 2023 tentang DIY menjadi daerah paling miskin di Jawa dengan angka kemiskinan di atas rata-rata nasional sebesar 9,57 persen.




Analisis koran KEDAULATAN RAKYAT tanggal 21 Januari 2023


Berita ini cocok juga dengan tema dalam ATF, yakni “ASEAN- Empower Talents, Embrace Technology, Recover Tourism” mewakili komitmen Indonesia dalam mempercepat pemulihan pariwisata dan menciptakan talenta yang berdaya saing dan professional (www.indonesia.travel, 2022). Selain merupakan pertemuan National Tourism Organization (NTO), menteri dan pejabat pariwisata, juga ajang berkumpulnya peserta pameran, pembeli internasional, media internasional dan lokal serta pengunjung perdagangan di industri  pariwisata.

ATF diawali dari pertemuan Negara ASEAN pada tahun 1976 membentuk Bali Concord yang merupakan kesepakatan kerja sama dengan negara anggota yang meliputi politik, keamanan, ekonomi dan pariwisata. Kemudian pada tahun 1981 dibentuk suatu forum yang dinamai ASEAN Tourism Forum (ATF) di Genting Highland, Malaysia. ATF adalah kerja sama regional yang berupaya untuk mempromosikan wilayah ASEAN sebagai salah satu tujuan wisata. 

ATF tidak hanya menjadi sekedar ajang pertemuan, tetapi forum untuk bertukar pikiran, meninjau perkembangan industri, merumuskan rekomendasi guna mempercepat pertumbuhan pariwisata ASEAN, dan menyediakan wadah transaksi produk pariwisata regional dan individual negara-negara ASEAN. Di ATF nanti juga ada pertemuan para pejabat setingkat menteri dan pejabat senior yang dibagi ke dalam beberapa sesi, seperti Pertemuan ke-26 Menteri Pariwisata ASEAN, Pertemuan Menteri Pariwisata ASEAN Plus Three (Tiongkok, Jepang, Korea) ke-22, Pertemuan Menteri Pariwisata ASEAN-India ke-10, dan lainnya. 

Perlu diketahui, peserta ATF memang bukan hanya dari negara ASEAN, namun juga negara lain yang bekerjasama. Pertemuan-pertemuan tersebut tentunya diharapkan menghasilkan output yang berharga dan menguntungkan bagi setiap negara yang terlibat. Bagi DIY sendiri, kegiatan ATF ini tidak hanya menjadi daya ungkit bagi sektor pariwisata, tapi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di DIY setelah pandemi Covid-19.

ATF 2023 dengan tajuk “ASEAN: A Journey to Wonderful Destinations” diharapkan dapat menjadi bagian dari promosi yang ampuh, untuk dapat menghadirkan wisatawan di kemudian hari. Selain itu diharapkan bisa mendatangkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi DIY. Sehingga bisa memberikan manfaat cukup besar, selain investasi promosi, baik juga untuk pariwisata maupun ekonomi kreatif (www.krjogja.com, 18/1).

Dalam ATF ada forum Travel Exchange (Travex) yang akan mempertemukan buyer dan seller dalam bidang pariwisata. Seller dari negara ASEAN akan menawarkan paket wisata, hotel, meeting, incentive, conference, dan exhibition (MICE) dan sebagainya, kepada buyer dari berbagai negara. Oleh karena itu, DIY sebagai tuan rumah harus bersiap diri dengan identitas khas Jogja yang dimiliki. 

Persiapan dapat dimulai sejak sekarang mulai dari keramahan warga Jogja, pelayanan prima, dan destinasi wisata khasnya. Terakhir dan yang utama adalah memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat Yogyakarta tentang event ATF. Semoga ATF berlangsung sukses dan memberikan dampak bagi perekonomian DIY sehingga dapat keluar dari garis kemiskinan.


Yogyakarta, 19 Januari 2023

Ttd

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY dan Pengurus ICMI Yogyakarta Bidang Pariwisata dan Budaya