Selasa, 18 November 2014

MENGATASI PERUBAHAN IKLIM



Isu perubahan iklim (climate change) telah mengalami transformasi dari isu global menjadi isu strategis nasional, dan beranjak ke isu tingkat daerah. Semua daerah sudah merasakan dampak dari perubahan iklim, yakni kenaikan suhu udara dan kekeringan. Jika kondisi ini tidak diatasi bersama maka konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dapat dipastikan gagal.

Gagal karena indikator sustainability tak tercapai, antara lain dicirikan semakin meningkatnya jumlah, frekuensi, dan meluasnya bencana di Indonesia (Sudibyakto, 2014). Untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, Badan Pengelola Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (BP REDD+) Indonesia bersama Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Indonesia pada tanggal 10 – 11 Nopember 2014 di Yogyakarta, mengadakan pertemuan tingkat regional se-Jawa dan Bali-Nusa Tenggara untuk mensinergikan peranan para akademisi, para praktisi lingkungan, dan pemerintah setempat dalam menyusun rencana kerja nyata. Tema yang diangkat adalah ‘Integrasi isu perubahan ke iklim ke dalam pembangunan daerah”. Pertemuan ini sebagai persiapan temu nasional dan launching APIK Indonesia pada tanggal 18-19 Nopember 2014 di Jakarta

APIK-Indonesia merupakan forum prakarsa BP REDD+ (lembaga setingkat Kementerian yang dibentuk Presiden RI tahun 2013) yang dibentuk tahun ini untuk menjalin komunikasi dan sinergi antara para akademisi, peneliti dan para praktisi perubahan iklim dan lingkungan yang ada di Indonesia. Peran APIK Indonesia adalah menjadi pemain ‘think tank’ yang dapat bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mendorong upaya mitigasi tersebut, juga sebagai penghubung informasi terhadap hasil-hasil penelitian dan ketersediaan ahli terkait dengan perubahan iklim dan pengelolaan hutan (Masripatin, 2014).

Di tingkat daerah seperti Pulau Jawa yang memiliki permasalahan ledakan penduduk dan penurunan daya dukung lingkungan, menjadi sangat rawan terhadap dampak perubahan iklim.  Kenyataan ini mendorong mitigasi perubahan iklim merupakan hal penting untuk diarus-utamakan dalam rencana pembangunan (Karuniasa, 2014). Banyaknya persoalan lingkungan yang berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi memberikan peluang kepada APIK Indonesia untuk lebih berperan dalam membuat “breakthrough  dalam memberikan sumbangan pilihan-pilihan solusi.

Opini koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Senin 17 Nopember 2014

Peranan Hutan Masyarakat
Padatnya penduduk dan dinamika pertumbuhan ekonomi telah menggerus sumberdaya alam di Pulau Jawa hingga sampai kepada kondisi saat ini, menyebabkan berkembangnya ancaman terhadap kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan daya dukung lingkungan alam ditengah-tengah desakan kependudukan dan perubahan iklim adalah dengan memanfaatkan besarnya jumlah penduduk untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan.

Diyakini bahwa kegiatan-kegiatan skala kecil yang dilakukan oleh sejumlah besar anggota masyarakat dapat memberikan dampat positif yang lebih dahsyat dibandingkan mega proyek berteknologi tinggi yang mengandung resiko ekonomi-sosial-politik dan lingkungan yang tidak kecil. Kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat juga dapat memberikan dampak langsung terhadap upaya peningkatan kesejahteraan.

Sangat menarik yang dilakukan LSM Arupa dalam pembelajaran perubahan iklim pada masyarakat DesaTerong, Kecamatan Dlingo, Bantul, mereka punya budaya untuk menebang dan menjual pohonnya yang belum siap tebang, karena tuntutan kebutuhan yang mendesak. Dampak dari budaya ‘Tebang Butuh’ ini adalah turunnya nilai kayu, ancaman kelestarian hutan hingga perubahan iklim dalam jangka panjang..

Oleh sebab itu, masyarakat Desa Terong membentuk Koperasi Tunda Tebang (KTT) Jasema untuk menjawab permasalahan tersebut (Arupa, 2014). Anggota dapat meminjam dengan maksimal pinjaman Rp 5 juta. Uniknya, anggota dapat menjaminkan pohonnya sebagai agunan pinjaman. Pohon yang dapat dijadikan agunan adalah pohon dengan lingkar pohon sebesar 60 cm dan beberapa jenis pohon yang terdapat di aturan KTT Jasema (Arupa, 2014).

Diharapkan kegiatan mitigasi perubahan iklim berbasis masyarakat model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ‘Tunda Tebang’ ini dapat berkembang luas, sehingga dapat berperan aktif dalam mengurangi dampak perubahan iklim.

#Arif Sulfiantono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar