Jumat, 22 September 2017

M3K SEBAGAI PROGRAM KAMPUNG IKLIM

Dampak perubahan iklim semakin lama semakin dapat dirasakan. Selain temperatur udara yang semakin meningkat (sumuk) di daerah tropis, kawasan pantai juga menjadi daerah yang terdampak perubahan iklim. Sejak Juni 2017 sering terjadi penyimpangan gelombang laut, sehingga nelayan takut untuk mencari ikan (KR, 16/9/2017).
Mau-tidak mau seluruh penghuni bumi harus siap menghadapi dampak dari perubahan iklim. Tanggung jawab negara menjamin keselamatan rakyat dari perubahan iklim tanpa intervensi pemerintah sebagai pemegang mandat negara, sangat tidak mungkin untuk menyiapkan dan mendorong adaptasi warga. Dan menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi dan menyelamatkan warga negaranya dari berbagai ancaman.
Pada tanggal 7-9 September 2017 Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku institusi pemerintah yang menangani perubahan iklim menyelenggarakan rapat koordinasi di Yogyakarta.  Salah satu arah kebijakan yang dihasilkan adalah dengan telah diratifikasinya Paris Agreement 2015, dan telah disampaikannya komitmen Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC), diperlukan upaya bersama dalam bentuk program dan kegiatan nyata, dengan mengarahkan modalitas yang dimiliki agar Indonesia segera mendapatkan manfaat dalam pengendalian perubahan iklim.
Opini koran KR tanggal 22 September 2017

Program Kampung Iklim (Proklim)
            Salah satu upaya negara untuk menyiapkan masyarakat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan membentuk Proklim atau Program Kampung Iklim. Proklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup sejak tahun 2012 dalam rangka mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.
Proklim telah bertransformasi dari memberikan apresiasi terhadap wilayah administratif paling rendah setingkat RW/dusun dan paling tinggi setingkat kelurahan/desa, menjadi mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya Kampung Iklim melalui pengayaan inovasi program adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim yang dilaksanakan secara kolaborasi antara pemerintah (Party) dengan “Non Party Stakeholder”. Selain itu kriteria lokasi Proklim juga diperluas mencakup wilayah yang masyarakatnya telah melakukan upaya adaptasi dan mitigasi secara berkesinambungan, seperti komunitas pondok pesantren, perguruan tinggi, dan lain-lain.
Tahun 2018 Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Ditjen PPI KLHK berencana melaksanakan pengembangan program kampung iklim pada 100 lokasi (hasil rakornis Ditjen PPI KLHK). Pada tahun 2012 Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Yogyakarta memilih tiga kampung yakni kampung Gambiran, Pandeyan, dan Umbulharjo sebagai kampung iklim. 3 kampung ini dipilih karena sukses sebagai kampung hijau.
Kegiatan dari kampung hijau fokus pada pengolahan sanitasi air, pengelolaan sampah dan pemeliharaan sungai. Kegiatan kampung hijau memperoleh respon positif dari masyarakat. Pada tahun 2015 BLH kota Yogyakarta memberikan penghargaan 6 kelurahan yang telah menerapkan kampung hijau, yakni kampung Rejowinangun, Sorosutan, Pringgokusuman, Suryatmajan, Wirogunan, dan Wirobrajan.
Program M3K (Munggah Mundur Madep Kali)
Hampir semua kawasan kampung hijau di Yogyakarta tersebut berada pada bantaran sungai. Menurut Laurens (2012) upaya yang dilakukan masyarakat pada titik sentral pengelolaan lingkungan perkotaan utamanya berawal dari bantaran sungai. Padahal bantaran sungai adalah wilayah paling rentan terdampak dari perubahan iklim.
Sejatinya Pemerintah Kota Yogyakarta mempunyai program M3K (Munggah Mundur Madep Kali) dalam pengelolaan sungai yang digagas oleh Walikota Hery Zudianto. Program ini merupakan bentuk komitmen daerah dalam rangka menjaga hak sempadan sungai. Program M3K berisi munggah (naik), mundur (mundur) dan madep kali (menghadap ke sungai) didasari atas semakin buruknya kualitas air sungai, paradigma masyarakat apabila masih menganggap sungai sebagai “halaman belakang rumah” membuat mereka menutup mata dengan realita kondisi sungai, terbukti dengan maraknya praktek buang sampah sembarangan.
Dengan program M3K masyarakat diminta mengubah paradigmanya untuk menjadikan sungai sebagai unit penting “halaman depan rumah” sehingga selalu kebersihan dan keasriannya. Selain itu, prinsip munggah dan mundur mengisyaratkan adanya langkah preventif dari pemerintah untuk menjawab permasalahan banjir longsor di daerah sempadan sungai. Program M3K ini adalah wujud nyata dari Proklim untuk mitigasi perubahan iklim berbasis masyarakat.

Patangpuluhan, 16 September 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar