Kamis, 01 Agustus 2013

TIPS MENULIS DI MEDIA MASSA (KORAN)



Berikut ini adalah materi tentang Tips Menulis di Media Massa/Koran yang disampaikan oleh Budi Prasetyo (kolumnis/Direktur Lembaga KUTUB Yogyakarta) di I'tikaf Masjid Baiturrahim, Patangpuluhan Yogyakarta. Semoga bermanfaat!!




MEMULAI MENULIS
Banyak yang ingin menulis ke media tapi bingung bagaimana memulainya. Ada dua cara:

1. Mempelajari teori menulis baru praktik:;
2. Learn the hard way atau menulis dulu teori belakangan.

Terserah kita mana yang lebih enak dan nyaman. Tapi, berdasarkan pengalaman rekan-rekan yang tulisannya sudah banyak dimuat di media, alternatif kedua tampaknya lebih bagus. Arif Sulfiantono, Gugun el Guyanie, dan lain-lain semuanya belajar menulis dengan langsung mengirim tulisannya. Bukan dengan belajar teori menulis lebih dulu.

Saya sendiri merasa alternatif kedua lebih enak. Ini karena kemampuan daya serap saya terhadap teori sangat terbatas.Saya pernah mencoba belajar teori menulis.Hasilnya? Pusing. Bukan hanya itu, bahkan dalam belajar bahasa Inggris pun, saya cenderung langsung membaca buku, koran atau majalah. Pernah saya coba belajar bahasa Inggris dengan membaca grammar, hasilnya sama: pusing kepala.

Sulitkah Menulis?
Sulitkah menulis? Iya dan tidak.
Sulit karena kita menganggapnya sulit. Mudah kalau kita anggap "santai". 

Eep Saifulloh Fatah, penulis dan kolumnis beken Indonesia, mengatakan bahwa menulis akan terasa mudah kalau kita tidak terlalu terikat pada aturan orang lain. Artinya, apa yang ingin kita tulis, tulis saja. Sama dengan gaya kita menulis buku diary. Setidaknya, itulah langkah awal kita menulis: menulis menurut gaya dan cara kita sendiri. Setelah beberapa kali kita berhasil mengirim tulisan ke media -- dimuat atau tidak itu tidak penting, barulah kita dapat melirik buku-buku teori menulis, untuk mengasah kemampuan menulis kita. Jadi, tulis-tulis dahulu; baca teori menulis kemudian.

Topik Tulisan
Topik tulisan adalah berupa tanggapan tentang fenomena sosial yang terjadi saat ini. Contoh, apa tanggapan Anda tentang bencana gempa dan tsunami di Aceh? Apa tanggapan Anda seputar pemerintahan SBY? Apa tanggapan Anda tentang dunia pendidikan di Indonesia? Dan lain-lain.

Sekali lagi, usahakan menulis sampai 700 kata dan maksimum 1000 kata. Dan setelah itu, kirimkan langsung ke media yang dituju. Jangan pernah merasa tidak PeDe. Anda dan redaktur media tersebut kan tidak kenal. Jadi' kenapa mesti malu mengirim tulisan? Kirim saja dulu, dimuat atau tidak, urusan belakangan. Keep in mind: Berani mengirim tulisan ke media adalah prestasi dan mendapat satu pahala. Tulisan dimuat di media berarti dua prestasi dan dua pahala.

Rendah Hati dan Sifat Kompetitif
Apa hubungannya menulis dengan kerendahan hati? Menulis membuat kita menjadi rendah hati, tidak sombong. Karena ketika kita menulis dan tidak dimuat, di situ kita sadar bahwa masih banyak orang lain yang lebih pintar dari kita. Ini terutama bagi rekan-rekan yang sudah menjadi dosen yang di mata mahasiswa-nya mungkin sudah paling 'wah' sehingga mendorong perasaan kita jadi 'wah' juga alias ke-GR-an. 

Nah, menulis dan mengririm tulisan ke media membuat kita terpaksa berhadapan dengan para penulis lain dari dunia dan komunitas lain yang ternyata lebih pintar dari kita yang umurnya juga lebih muda dari kita. Di situ kita sadar, bahwa kemampuan kita masih sangat dangkal. Kita ternyata tidak ada apa-apanya. Ketika kita merasa tidak ada apa-apanya, di saat itulah sebenarnya langkah awal kita menuju kemajuan.

Kita juga akan terbiasa menghargai orang dari isi otaknya bukan dari umur atau senioritasnya apalagi jabatannya. Di sisi lain, membiasakan mengirim tulisan ke media membuat sikap kita jadi kompetitif. Sekedar diketahui, untuk media seperti Republika, tak kurang dari 70 tulisan opini yang masuk setiap hari, dan hanya 2 tulisan yang dimuat. Bayangkan kalau Anda termasuk dari yang empat itu.Itulah prestasi. Dan dari situlah kita juga belajar menghargai prestasi dan keilmuan serta kekuatan mental juara seseorang.

It's your choice: you are either being a loser or a winner. Being a loser is easy. Just sit down in the chair, behind your desk. And feel comfort with your hallucination of being "a great guy" which is actually not, as a matter of fact. (Mario Gagho)

Meresapi Gaya Kepenulisan Orang
Di bagian sebelumnya disebutkan bahwa cara terbaik memulai menulis adalah LEARN THE HARD WAY. Langsung menulis menurut insting, tanpa belajar teori; bak cowok atau cewek yang rajin menulis diary kala sedang jatuh cinta. Dan langsung dikirim ke media. Cara lain adalah dengan BANYAK MEMBACA TULISAN/ARTIKEL ORANG yang sudah dimuat. Atau bisa juga mengamati gaya tulisan di KORAN yang dimuat tiap harinya. Resapi tutur bahasanya.

Teliti cara pengungkapan idenya. Umumnya tulisan apapun tak luput dari tiga unsur: pengantar, isi dan penutup/kesimpulan. Ketiga unsur ini tak pernah disebut tapi bisa dirasakan. Semakin banyak kita membaca tulisan orang, akan semakin mudah kita menyerap dan membedakan mana yang pengantar, isi dan kesimpulannya; dan semakin mudah kita 'meneladani' gaya dan cara ekspresinya.

Biasanya kita akan cenderung meniru gaya penulis tenar atau yang gaya tulisan yang sering muncul disalah satu koran yang menjadi incaranya, yang bentuk dan ide tulisannya paling sesuai dengan ide-ide kita. Arif Sulfiantono, misalnya, yang cenderung terbawa gaya menulis orang-orang yang tulisanya sering nongol di KR, ini mungkin karena sasaran Arif masih sebatas dimuat di KR saja. 

Biasanya gaya tulisan juga banyak meniru tokoh-tokoh idolanya, seperti jika diperhatikan lebih seksama gaya tulisan yang saya sajikan di koran-koran yang telah dimuat mengikuti gaya bertutur Budiarto Shambazi, seorang kolumnis di Kompas.  

Saya sendiri, yang kata ayah saya "berotak lemah dan bodoh", cenderung meniru gaya tulisan yang mudah dipaham orang, kendatipun saya tidak terfokus meniru satu gaya tertentu. Tulisan-tulisan Buya Hamka, Gus Sholahudin Wahid, Buya Syafii Ma’afir sangat mudah dicerna otak saya yang lamban, dan mungkin sedikit banyak mempengaruhi gaya saya menulis. Seperti yang sudah disinggung di pada tip sebelumnya, tulisan opini adalah berupa tanggapan dari fenomena yang lagi tren saat ini. Dalam konteks tulisan opini di koran, maka tulisan yang perlu kita tanggapi adalah sebagai berikut:

1. Isi Editorial/Tajuk sebuah media.
2. Headline/Berita utama sebuah media.
3. Tulisan opini.
4. Hari besar Nasional dan Internasional.

Siapapun yang ingin jadi penulis/pengamat hendaknya tidak pernah melewatkan tiga poin pertama di atas setiap kali membaca sebuah koran. Dan selalu mengingat poin ke empat.

(1)   Tanggapan Editorial/Tajuk sebuah media adalah suara atau sikap resmi dari media yang bersangkutan tentang sebuah kasus/kejadian tertentu; sesuai dengan misi media tsb. Menanggapi editorial/tajuk di harian Kompas tentu saja berbeda dengan cara kita menanggapi editorial di harian Republika, misalnya.
Umumnya menanggapi tulisan editorial/tajuk harus cepat.Idealnya, tanggapan untuk tajuk/editorial hari ini dapat dikirim hari ini juga sehingga dapat dimuat esok harinya di media terkait.Namun, kalau tanggapan kita baru selesai dalam dua hari, teruskan dikirim ke media terkait, karena peluang untuk dimuat masih tinggi terutama untuk media yang tak sebesar Kompas.
(2)   Tanggapan Headline Media/Berita Utama juga bisa dijadikan pijakan untuk menulis. Jangan lupa untuk mencatat nama media/tanggal/bulan headlines yang kita kutip.
(3)   Tanggapan Artikel Opini. Artikel opini dikenal juga dengan istilah artikel OP-ED (singkatan dari opini-editorial).Umumnya artikel OP-ED yang menanggapi artikel OP-ED lain berisi tambahan yang lebih lengkap dari yang dibahas sebelumnya atau menentang artikel yang ditanggapi.
(4)   Hari besar nasional/internasional adalah tulisan yang isinya berkaitan dengan hari besar pada saat itu. Contoh, pada sekitar 21 Januari mendatang adalah Hari Raya Idul Adha.Siapkan sejak sekarang tulisan yang berkaitan dengan hari Idul Adha.Dan kirimkan segera ke media sebelum hari H.

Catatan:
Umumnya kita mengirim tulisan yang berdasarkan tanggapan atas Editorial atau Headlines pada media yang kita tanggapi. Contoh, tanggapan Editorial/Headlines di Kompas hendaknya dikirim ke Kompas, tidak ke media lain. Namun kalau tidak dimuat di media terkait, tak ada salahnya dikirim ke media lain. Sedangkan untuk artikel OP-ED yang berkaitan dengan hari besar nasional/internasional dapat dikirim ke media mana saja.

Kalau Artikel Tidak Dimuat
Untuk Kompas dan Suara Pembaruan tulisan yang tidak dimuat biasanya mendapat pemberitahuan dari redaksi.Sedangkan di koran-koran lain tanpa pemberitahuan. Umumnya, kalau dalam waktu seminggu tulisan tidak muncul, berarti tulisan kita tidak dimuat dan bisa dikirim ke media/koran lain.J angan lupa, tulisan yang sama dapat dikirim ke dua media yang berbeda asal tidak sama segmennya. Contoh, satu tulisan bisa saja dikirim ke media nasional dan media daerah (tentu saja tidak sekaligus di-CC-kan dalam satu email). Tapi jangan sekali-kali mengirim satu tulisan ke dua media yang sama segmennya. Seperti pada dua media nasional atau dua media daerah yang sama. Contoh, Kompas dan Republika (dua media nasional) atau Harian Jogja dan KR.

Minggu, 28 Juli 2013

BERKUNJUNG KE MASJID NIUJIE, BEIJING


Tak lengkap jika berwisata ke Beijing tidak mengunjungi Masjid terbesar dan tertua di ibukota negara Republik Rakyat China, yakni masjid Niujie. Masjid yang dibangun pada tahun 996 pada masa Dinasti Liao ini berada di kawasan muslim terbesar di Beijing, China di distrik Xuanwu. 

Masjid Niujie awalnya dibangun oleh Nasuruddin, putra seorang imam Arab yang datang ke China untuk menyebarkan agama Islam. Pada tahun 1215 Masjid ini pernah dihancurkan oleh tentara Jengish Khan (Mongol), kemudian dibangun kembali pada tahun 1443 pada zaman Dinasti Ming dan secara signifikan diperluas pada era Dinasti Qing tahun 1696.

di redaksi Pariwisata Koran Kedaulatan Rakyat, Ahad, 28 Juli 2013

Pada masa Dinasti Qing, kawasan Niujie dikenal sebagai pusat pasar daging sapi dan kambing halal, bahkan sampai sekarang. Nama sebenarnya dari masjid ini adalah Lǐbàisì, yang diberikan oleh Kaisar pada tahun 1474. Masjid ini terletak di Jalan Sapi (Niu berarti Sapi, dan Jie berarti Jalan), masjid ini disebut Niujie.

Masjid Niujie memiliki area lebih dari 6000 meter persegi, dengan arsitektur perpaduan Arab dan China. Bentuk atap mirip kuil China kuno dan bangunan dengan warna dominan merah yang dihiasi kaligrafi Arab. Bangunan inti adalah prayer hall (ruangan untuk sholat); menara; makam; tempat wudhu dan toilet; aula; ruangan kelas; dan toko. Ruang sholat merupakan ruangan utama untuk sholat berjama’ah laki-laki. 

Untuk jama’ah perempuan ada di ruangan tersendiri yang dibangun pada tahun 1922 dan diperbaiki pada tahun 2005-2006. Di ruang sholat ini terletak beberapa kursi dan meja yang digunakan untuk sholat jama’ah usia tua yang tidak kuat sholat sambil berdiri. 2 buah menara setinggi sekitar 10 meter terletak di depan serambi ruang sholat. 

Zaman dahulu menara ini digunakan untuk mengumandangkan adzan, saat ini digunakan untuk mengamati posisi bulan dalam penentuan waktu puasa bulan Ramadhan. Makam yang berada di sebelah kanan merupakan makam dari 2 Syaikh/Ulama dari Arab, pengajar masjid Niujie yang meninggal pada tahun 1280 dan 1283. 

Selesai mengunjungi Masjid Niujie, wisatawan dapat berbelanja di supermarket Niujie yang ada di depan masjid. Di sini menjual bermacam-macam kebutuhan rumah tangga muslim, dari kebutuhan pokok/hidup sampai perlengkapan muslim. Di sini wisatawan juga dapat memperoleh makanan halal khas China untuk oleh-oleh

Supermarket Niujie juga merupakan toko favorit mahasiswa muslim Indonesia berbelanja daging halal. Jika merasa lapar setelah berbelanja, dapat mencoba makan di gerai makan yang ada di lantai atas (lantai 2). Bermacam-macam makanan China halal ada di gerai ini, dengan harga terjangkau.

Belum puas juga wisata kuliner, dapat mencoba menu daging domba khas Niujie di restoran muslim yang juga ada di depan Masjid. Bermacam-macam olahan daging domba ada di restoran ini, dan tersaji dengan hot pot. Salah satu menu favorit saya adalah sate domba (yang rou chuar) dengan tusukan dari logam, lumayan mengobati rasa kangen sate klathak ‘Jejeran’, Bantul.

Restoran ini juga menjual mie lamian khas China yang fresh, mie langsung dibuat begitu ada pesanan. Dijamin sangat kenyang, karena mie lamian disajikan dalam porsi jumbo untuk ukuran orang Indonesia, seukuran 2 mangkuk mie ayam. Sungguh kawasan wisata ruhani dan kuliner yang sangat sayang untuk ditinggalkan!!

Rabu, 19 Juni 2013

CATATAN PERJALANAN INNER MONGOLIA (1)



18 Juni 2013
Sekitar pukul 14.20 waktu Beijing, minibus asli buatan China dengan kapasitas sekitar 25 orang berangkat dari kampus Beijing Forestry University. Total penumpang (plus sopir)ada 18 orang, dari kita (APFNet student) 8 orang.

Aku duduk di kursi nomor dua dari belakang dengan Adli. Kursi paling belakang penuh tas & koper, karena tiap orang bawa 1 tas & 1 koper.
Kondisi dalam mobil lumayan panas, padahal semua lubang AC sudah dibuka. Sepertinya ada yang bermasalah dengan freon AC. Sekitar 45 menit perjalanan aku tertidur dengan memakai masker karena bau asap solar minibus yang menembus dari jendela sopir yang dibuka.

2 jam keluar Beijing pemandangan masih pegunungan batu dan tumbuhan semak. 1 jam berikutnya lumayan bagus.  Beberapa kali kita melewati terowongan gunung.
Memang China hebat dalam pembangunan. Daerah terpencil di pegunungan dibuat terowongan menembus pegunungan berbatu. Dari panjang sekitar 3 Km sampai sekitar 6-7 km.
Juga ada beberapa jembatan layang. Jadi jembatan layang di China tidak hanya untuk mengurangi kemacetan di kota, tapi untuk membuat nyaman transportasi. Sangat berbeda dengan kondisi di tanah air yang membangun jembatan layang di kota. 

Pembangunan terowongan & jalan layang menembus pegunungan batu di Inner Mongolia

Alhasil walaupun melewati pegunungan, kita tidak naik turun seperti di daerah Gunung Kidul, tapi hanya berkelok-kelok saja, karena menembus gunung batu lewat terowongan.
Beberapa kali  juga melewati pembangunan jalan raya, jalan layang dan terowongan. Pemandangan lahan pertanian seperti sawah padi, jagung, dengan pemukiman khas pedesaan China juga kelihatan. Berulang kali aku memotret lewat jendela minibus yang aku buka.

Kita berhenti 2 kali untuk istirahat. Pertama di pom bensin yang ada rest room. Aku tidak ke kamar mandi, hanya beli 1 botol milky tea dingin. Lumayan juga harganya, 7 CNY. Di toko kampus sekitar 3-4 CNY.
Istirahat kedua juga di pom bensin, hanya lebih kecil. Tidak ada toko makanan-minuman, hanya ada toilet. Itupun toiletnya sangat kuno, hanya sekat tembok & lubang, tanpa air. Alhasil sangat bau sekali.
Terpaksa aku kencing disini. Aku siram pakai air minum putih dan aku keringkan dengan tisu. Peralatan standar yang harus senantiasa di bawa jika di China.

Sekitar pukul 19.30 sampai daerah Kalaqin Banner, Chifeng Municipality, Inner Mongolia Province. Mayoritas jalan baru dibangun dan diperbaiki.
Pukul 20.00 baru sampai lokasi hotel Lin Hai, di sebuah kawasan kota kecil yang kelihatannya belum lama dibangun.

Kami langsung masuk hotel. Cukup bagus hotelnya. Aku sekamar dengan Adli, dobel bed, KM dalam. Lumayan fasilitasnya. Hanya sayang tidak ada fasilitas wifi.
Kemudian kita menuju kantor kehutanan, tepatnya kantor Wangyedian Forest Farm untuk dinner. Aku kira makan di restoran, ternyata emang di restoran, tapi restoran kantor.. 
 
Seperti biasa beberapa lauk keluar duluan, baru terakhir nasi. Walaupun ada daging ayam, tapi aku tidak makan. Untuk aman karena bukan di restoran muslim aku pilih makan sayuran saja. Untung lumayan enak. Minumnya teh, sprite dan juice. Yang lain minum bir.
Alhamdulillah lumayan kenyang juga. Sepertinya 5 hari ke depan akan jadi vegetarian neh ..
J
Pukul 21.30 kami kembali ke hotel dengan jalan kaki, karena dekat. Adli & Digambar mampir toko untuk beli kartu remi dan shampo. Aku lihat tokonya  cukup lengkap, ada sosis halal juga. Kapan-kapan bisa beli neh.

19 Juni 2013
Alarm hp berbunyi pukul 02.45. aku segera bangun untuk menunaikan sholat subuh. Kemudian tidur lagi. Pukul 04.55, sinar matahari sudah menerobos jendela kamarku, room 204 yang memang tepat di pojok lantai 2, jadi sinar matahari full menerangi kamar.

Aku segera buat kopi panas, cap teko-silungkang, kopi asli Indonesia.
Begitu masuk tenggorokan, langsung tubuh terasa fresh. Aku lihat pemandangan luar sangat indah. Kota kecil ini dikelilingi perbukitan yang masih hijau.

Aku bawa hp, kamera dan dompet, kemudian jalan-jalan keluar. Petugas hotel masih tidur.
Udara di luar cukup dingin, seperti di daerah Kaliurang. Tapi aku tetap pakai kaos dan celana bawah lutut saja. Seorang petugas kebersihan menyapaku, “Leng bu leng?” Tidak dingin?” aku jawab, “Bu leng, xiexie” Tidak dingin, terima kasih.
Beberapa warga kelihatan sudah mulai beraktifitas.

Hei, that’s Inner Mongolia!!
Tidak percaya aku bisa menjejakkan kaki di sini!

Uupppzztttt … aku hirup udara pagi yang sangat segar.
Bentuk kota kecil ini mirip dengan kota dalam film koboi Amerika jaman dahulu. Bentuk jalan lurus, dipinggir jalan penuh toko, hotel dan restoran. Di belakang bangunan pegunungan hijau, termasuk belakang hotel yang aku tempati.

Beberapa toko sudah mulai buka. Ada penjual sayuran yang menaruh dagangannya di di pinggir jalan, depan toko rumah tangga. Pelajar sekolah tingkat SD-SMP juga mulai berangkat dengan jalan kaki. Beberapa kali mobil angkutan hasil pertanian berupa truk roda 3 tampak hilir-mudik.
Aku menemukan satu restoran yang sepertinya restoran muslim. Yang membedakan dengan di Beijing, papan namanya berwarna biru, bukan hijau. Nanti malam bisa dicoba dengan Adli dan Hasan neh.

Heeii, aku juga menemukan sebuah bus yang bagian dalamnya ada tempat tidur penumpang. Persis pada catatan Oase yang diceritakan seorang Backpacker Indonesia di Kompas online saat melakukan perjalanan ke Tibet.

Hari ini jadwalnya tentang APFNet project introduction di meeting room, kantor wangyedian forest farm setelah sarapan. Alhamdulillah sambil forum diskusi aku bisa memanfaatkan wifi ruangan untuk menulis & online.

Wangyedian forest farm meeting room, 10.00 waktu Inner Mongolia