Rabu, 14 November 2012

IDUL QURBAN (IDUL ADHA) DI BEIJING



Hari raya Idul Adha di China jatuh pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2012. Etnik-etnik Muslim di Tiongkok, seperti Hui dan Uyghur di Ningxia dan Xinjiang merayakan hari raya dengan meriah. Di Beijing sendiri ada 20 masjid yang menjadi lokasi sangat bersejarah. Bangunannya masih terjada keasliannya.

Kami mahasiswa Master dan PhD muslim dari Indonesia (12 orang) memilih untuk melaksanakan sholat di masjid Madian. Masjid yang berlokasi di jalan Madian Selatan, Distrik Haidian merupakan salah satu masjid terkenal di Beijing, karena dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (Dinasti Qing) lebih 300 tahun yang lalu. Luasnya 3,800 meter persegi.

Aku berangkat dari apartemen pukul 07.15 menuju Beihang University untuk kumpul di apartemen teman-teman Indonesia. Beihang adalah perguruan tinggi aeronautica dan astronomi. Teman-teman LAPAN Kemenristek banyak yang studi disini. Kami berangkat dari Beihang pukul 08.00 menuju stasiun subway/kereta Zhicunlu yang ada di Selatan kampus Beihang.

Sepanjang jalan kami bertemu saudara-saudara muslim yang juga akan berangkat sholat Ied. Mayoritas dari Pakistan. Mahasiswa Pakistan banyak yang studi di Beihang, tak heran teknologi mereka cukup maju. Mungkin China mendorong Pakistan agar studi disini, karena China dan Pakistan menganggap India sebagai ‘musuh’.

Pakistan sering terlibat kontak senjata dengan India karena masalah perbatasan wilayah. Sedangkan China geram dengan India karena melindungi pengikut Dalai Lama di Tibet yang tidak mau menyatu dengan China. Orang Pakistan memilih sholat Ied di kedutaan mereka. Ada 2 kedubes yang menyelenggarakan sholat Ied, yakni Kedubes Pakistan dan Sudan.

Temannya Uvi, seorang putri dari Vietnam juga ikut. Temannya memakai celana panjang dan baju serta kerudung yang hanya dipasang seperti selendang di kepala. Ternyata non-muslim. Dia ikut karena ingin menyaksikan secara langsung. Semoga dapat hidayah untuk memeluk Islam. Amiin.

Sampai di Zhicunlu, kami langsung naik subway melewati 3 stasiun untuk menuju  stasiun Jindamen. Begitu sampai Jindamen, kami keluar dan jalan kaki sekitar 500 meter menuju Masjid Maidian.

Tiba di Masjid Madian pukul 08.45 waktu China (07.40 WIB). Masjid tampak ramai, walaupun cuaca mendung dan agak dingin. Alhamdulillah kami masih dapat tempat walaupun di halaman depan masjid, karena dalam masjid sudah penuh jama’ah. Di halaman sudah dipasang karpet hijau untuk alas sholat. Tidak ada gema takbir seperti di Indonesia.

 Suasana Masjid Maidian sebelum sholat Idul Adha

Sekitar pukul 08.45 terdengar alunan bacaan Qur’an dengan logat yang aneh bagi kami. Ternyata bacaan ayat kursi dan surat di juz 30. Tepat pukul 09.00 ada ceramah dalam bahasa China. Kami mencoba mencerna isi pengajiannya, walaupun sangat sulit, karena kemampuan bahasa China kami masih sangat terbatas.

Suasana jadi tambah dingin. Sekitar pukul 09.30 masuklah ke dalam masjid beberapa tetua takmir masjid Madian dengan pakaian gamis warna putih dan surban putih serta membawa dupa. Tercium bau wangi. Kemudian terdengar perintah untuk persiapan sholat Idul Adha.

 Tetua takmir masjid memasuki masjid Maidian

Takbiratul Ikhram raka’at pertama ternyata 5 kali, sedangkan pada raka’at kedua takbiratul ikhram ada pada sebelum rukuk sebanyak 3 kali. Hampir semua dari kami terlanjur rukuk, bahkan ada teman yang hampir akan sujud. Selesai sholat kami semuanya tersenyum penuh arti, menyadari perbedaan dengan yang ada di Indonesia.

Selesai sholat dilanjutkan khutbah dalam bahasa Arab selama 7 menit. Kemudian tiba-tiba jama’ah berdiri semua dalam posisi akan sholat. Ternyata jama’ah sholat munfarid (sendiri). Kami duga sholat sunnah, akhirnya kami niatkan untuk sholat dhuha.

Setelah sholat sunnah, acara sholat Ied selesai. Di dekat pintu keluar masjid ternyata ada stand pembagian bubur dan roti untuk jama’ah. Suasana ramai-penuh sesak, berebut makanan. Setelah antrian berkurang, kami ikut antri untuk mendapatkan bubur. Kami ingin mencobanya. Kelihatan seperti bubur kacang hijau. Kondisi diluar yang dingin memicu untuk makan bubur panas.

 Bubur kambing

Akhirnya kami memperoleh bubur yang dibungkus mangkuk plastik bening dengan tutupnya. Kami tidak kebagian roti karena sudah habis. Beberapa saat setelah mencicipi bubur tersebut, kesan kami semuanya sama, “Bubur yang aneh.” Sepertinya terbuat dari kacang merah dengan campuran daging kambing.

Rasanya agak asin, dengan bau khas daging kambing, ‘prengus.’ Kami tidak kuat menghabiskannya. Hanya bertahan 3 sampai 5 suap saja. Banyak juga orang China yang habis memakannya. Mungkin sudah biasa bagi mereka.

Dari masjid Madian kami langsung menuju asrama mahasiswa asing Beihang University. 7 orang dari kami studi di kampus ini telah memasak masakan khas Indonesia, yakni rendang. Sehari sebelum Idul Adha beberapa teman dari Beihang ternyata sudah membeli daging di toko muslim. Ada yang membawa bumbu masak rendang, sehingga malam sebelum Idul Adha dapat langsung dimasak.

Kami semua memakannya dengan lahap, karena merupakan masakan langka disini. Acara ini sangat berkesan bagi kami yang jauh dari keluarga, sehingga tetap dapat merayakan hari besar. Semoga ke depan dapat semakin meningkatkan tali silaturrahim diantara muslim Indonesia di Beijing.

Beijing, 26 Oktober 2012, pukul 23.00 Waktu Beijing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar