Sabtu, 21 Juni 2014

When My MOSQUE is Closed ...

Hari Jumat (20 Juni 2014) pagi yang seharusnya ceria dan penuh barokah menjadi menyedihkan saat memperoleh kabar dari teman Pakistan, Hasan.
Saat aku Tanya tentang pelaksanaan ibadah sholat Jumat di Kedutaan Pakistan, Hasan menjawab kalau hari ini adalah hari terakhir pelaksanaan sholat jumat di Kedutaan Pakistan.
Kemudian Hasan mem-posting di grup Wechat untuk memberitahu kalau hari ini Kedutaan Pakistan terakhir mengadakan ibadah sholat Jumat, menyusul Kedutaan Sudan yang sudah lebih dulu tutup sekitar satu bulan yang lalu.

Yup, di ibukota China ini selain masjid China, kedutaan yang membuka ibadah sholat Jumat untuk umum adalah Kedutaan Sudan dan Pakistan.

Suasana setelah sholat Jumat di halaman Kedutaan Sudan
  
Aku lebih senang sholat Jumat di Kedutaan Sudan, karena lebih bersih dan sangat nyaman ruangannya. Lokasinya mudah dijangkau, tinggal naik subway dan turun di stasiun Tuanjiehu, exit A. Bacaan imamnya bagus. Bisa menjadi obat kangen kampung halaman. Sering kali selesai sholat Jumat ada pengumuman seorang yang menjadi Muallaf.

Pengumuman masukkan seorang Muallaf selesai sholat Jumat

Aku bertanya pada Hasan tentang sebabnya tutup kedua Kedutaan tersebut. Hasan menjawab ini adalah dampak dari kerusuhan yang terjadi di provinsi Xinjiang, juga beberapa tempat yang dilakukan oleh orang Uyghur, dari Xinjiang. Yaahh, persis sama dengan fitnah terorisme di Indonesia. Sebab lain kata Hasan, adalah adanya misi dari orang-orang nashara yang sangat gencar dan tidak senang pada perkembangan Islam di China.
Dampak lain dari isus terorisme yang difitnahkan pada muslim Uyghur, Xinjiang adalah mayoritas masjid China dipasang pintu detector. Jadi jika akan masuk ke dalam masjid harus melalui pintu ini. Aku sangat kaget saat mengetahui hal ini pas sholat Jumat di masjid Haidian.


Pintu detector di masjid Haidian

Masjid Haidian adalah masjid terdekat dengan kampusku (± 8 Km), cukup dengan naik bus nomor 110 di depan kampus (bus stop Beijing Forestry University) selama sekitar 20 menit sudah sampai lokasi (bus stop Beijingzhidizhenku). Masjidnya unik, berusia 300 tahun. Mayoritas imam dan penceramah di masjid-masjid Beijing bacaannya khas orang China, kurang jelas & kurang tartil.

Penceramah/khotib disini juga sangat diawasi oleh pemerintah. Mengingatkan pada jaman Orde Baru akhir tahun 70an dan awal 80an, yakni saat penceramah/ustadz harus didata dan wajib punya SIM (Surat Ijin Muballigh).

Kasus ini sekali lagi mengingatkan aku akan materi wajib di taklim/kajian rutin, Ghazwul Fikri atau Perang Pemikiran.

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
(Q.S. Lukman: 6)


Berita ini juga aku posting di grup wechat pelajar muslim Tiongkok. Ada seorang kawan yang memberi komentar, Indonesia buat aja sholat Jumat sendiri. Langsung aku jawab, “kalau bisa dan berani.” Yup, dulu (15-20 tahun yang lalu) sebelum KBRI pindah ke lokasi sekarang, KBRI punya masjid lumayan besar dan dijadikan tempat untuk ibadah sholat Jumat. Lambat laun bubar karena tidak ada yang mengurusi.

Sambil mengingat ayat berikut:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. At-Taubah: 115)

aku berjalan agak gontai menuju Masjid Haidian untuk menunaikan sholat Jumat ..

Beijing Forestry University, 20 Juni 2014, pukul 10.00
ditulis untuk http://lingkarpengajianbeijing.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar