Jumat, 07 Juni 2013

DISINI KAMI BELAJAR MEWUJUDKAN MIMPI (II)


Kisah Pertama
Pagi itu di sebuah masjid di kota Yogyakarta yang sejuk karena ada pohon sawo besar di sampingnya, tampak lima remaja ngobrol ringan di serambi masjid. Kemudian tak lama 3 motor keluar masjid. Yup, mereka berlima langsung memutuskan pergi ke pantai yang masih ‘virgin’, jarang dijamah pengunjung. Pantai Siung, Gunung Kidul.

Itulah awal-awal keakrabanku dengan teman-teman remaja masjid sekitar 11 tahun yang lalu, tahun 2002. Ada satu teman yang aku sangat salut pada perjuangan hidupnya. Sungguh aku sangat malu jika dibandingkan dengannya, terutama dari sisi kemandiriannya.
Dia asli Gunung Kidul, dari desa yang lumayan terpencil. Dari rumahnya menuju jalan raya untuk menumpang angkutan umum bisa sekitar 5Km dengan kualitas jalan ‘ampyang’ kata salah seorang teman. Ya, jalannya penuh batu. Gunung Kidul benar, dimana lebih banyak batunya daripada tanahnya. 

Dia anak tunggal. Yang luar biasa, dia tidak kemudian menjadi anak manja atau lebay. Sekolah SMP dan SMK dipilihnya swasta di Muhammadiyah. Hal ini karena otaknya juga pas-pasan, tidak terlalu pintar.
Dia mondok/tinggal di pondok pesantren masjid Agung Wonosari. Jadi dia bisa menghemat biaya hidup sekaligus belajar Islam. Lulus SMK dia masuk ke UIN (IAIN) Sunan Kalijaga. Untuk kost dia pilih di salah satu masjid di kota pelajar ini. 

Profesi Marbot atau nama kerennya James Bon (Jaga Mesjid plus bersih-bersih Kebon) mulai dijalaninya. Lumayan jauh dari kampus UIN sampai masjidnya. Ada sekitar 7-8 Km. Dia tempuh dengan ngonthel alias naik sepeda.
Masjid-pun jadi bergairah dengan sentuhannya. Ide-ide kreatif dia kerjakan, sehingga masjid jadi banyak kegiatan dan makmur. Aku kenal betul karena saat itu ketua remaja masjidnya adalah teman satu kelas di Fakultas Kehutanan UGM.
FSRMY Trainer generasi Assabiqunal Awwalun 

Tak lama aku kenal dengannya kemudian aku ajak gabung ke FSRMY (Forum Silaturrahim Remaja Masjid Yogykarta) Trainer, biro khusus training remaja masjid dibawah Biro Pembinaan dan Pengembangan Remaja Masjid yang kebetulan aku pegang.
Aku masih ingat betul saat dia sangat PeDe mengisi training remaja masjid di awal-awal roda sejarah FSRMY Trainer. Padahal mayoritas kita belum pernah ngisi training. Yang paling aku ingat adalah saat salah seorang teman akhwat bilang ke dia kalau pakaian dan dasi yang dia kenakan tidak matching, sehingga dibilang ‘jemuran berjalan’. Hahahahaaaa ..

Tapi dia tetap senyum dan PeDe dalam membawakan training. Yang kedua saat ada job ngisi training di Bebeng, lereng Gunung Merapi. Saking lugunya, dia kira Bebeng itu pantai, hahahaa..
Dia ikut ketawa saat tahu tebakannya salah dan kita semua ketawa. Dia juga luar biasa dalam outbond training. Energinya sepertinya tidak habis, terutama saat survei cari jalan, naik turun lereng Selatan Merapi dengan berlari. Trik-trik dalam materi training-nya pun semakin unik dan menarik. 

Kelak mimpinya ke Bebeng jadi terealisasi dengan dapat lokasi KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Bebeng.
Yang menarik darinya lagi, dia hidupnya betul-betul prihatin di masjid. Pernah aku ajak dia bersama teman2 trainer untuk makan malam di rumah teman trainer juga. Malam itu dia makan banyak, kemudian besoknya dia puasa sunnah tanpa sahur. Subhanallah ..

Dari forum pemberdayaan remaja masjid inilah kita dapat ilmu untuk meningkatkan potensi diri juga. Apalagi sebagai aktivis masjid pribadi kita betul-betul diperhatikan jama’ah/masyarakat.
Singkat cerita, selepas lulus kuliah dia putuskan untuk bisnis percetakan. Dia sadari ilmunya pas-pasan, terutama ilmu dari bangku kuliahnya. Paling ‘mentok’ juga jadi guru di tempat tinggalnya dengan gaji pas-pasan, pikirnya. 

Dia lebih senang ‘bertualang’ mengembangkan potensinya. Iklim FSRMY Trainer benar-benar sudah meresap rupanya. Maka dia lebih senang belajar dari berbagai pengalaman. Ditambah doa dan tetap dakwah. Dia yakin akan sukses juga.

Ilmu ‘cetak-cetak’ sendiri seperti PhotoShop atau CorelDraw diperoleh dari masjid. Ya, bagi aktivis masjid ilmu desain ini wajib dikuasai. Termasuk bagaimana menempel pamflet di masjid secara efektif & efisien.
Dia putuskan langsung pergi keluar Jawa untuk mengembangkan bisnis percetakannya. Dia pikir akan susah jika tetap tinggal di Yogya. Dia terpengaruh dari seorang temannya kuliah yang juga sukses bisnis sablon kaos di luar Jawa.

Sekali lagi dengan bekal ilmu prihatin dan the power of kepepet, akhirnya dari satu kota di luar Jawa tersebut dia bisa mempunyai beberapa unit bisnis di beberapa kota. Sifatnya-pun tidak berubah, tetap Ndeso, tapi semangat Metropolitan!

Kisah Kedua
Kisah ini bukan riil, tapi kisah yang saya ambil dari cerita silat mandarin/tiongkok. Judulnya Pendekar Pengejar Nyawa karya Khulung/Gulong. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah di cerita ini.
Pendekar Pengejar Nyawa sendiri dalam kisah ini adalah Coh Liu Hiang, yang terkenal dengan sebutan “Maling Romantis” di dunia persilatan Tiongkok. Kemampuan terhebatnya hanyalah ilmu ginkang, atau meringankan tubuh. Kemampuan lainnya pas-pasan.

Tapi dia sangat suka petualangan yang menyerempet bahaya atau nyawa. Dari situ dia dapat belajar banyak hal. Pengalamannya semakin bertambah. Tak jarang dia mengalahkan lawan yang mempunyai ilmu silat lebih pandai darinya.
Mengapa dia bisa menang?? 

Karena dia punyai keyakinan kuat dan selalu berpikir mencari jalan keluar. Sangat sering dia lama bertempur dengan seseorang untuk mengenal ilmu silat lawannya kemudian mencari kelemahannya. Sekali lagi ilmu kepepet menunjukkan kesaktiannya.
Dan dia tidak takut gagal. Setiap kesulitan dia hadapi dengan senyum. Baginya jika marah, sedih, kecewa hanya akan melemahkan kekuatannya dan tidak bisa berpikir jernih mencari solusi.
Dari beberapa pengalaman itulah akhirnya dia sukses menjadi pendekar ternama.

Sebetulnya kisah ini mirip dengan Hideyoshi Taiko karya Eiji Yoshikawa. Kisah terkenal di Jepang. Wajah Taiko sendiri mirip monyet, sehingga dipanggil monyet oleh kawan-kawannya. Tapi dia tidak marah. Otaknya-pun pas-pasan, tidak terlalu pandai. Hanya saja dia selalu belajar banyak hal. Tak heran akhirnya dia sukses menjadi pemimpin Jepang bersama Nobunaga dan Ieyasu.

Kisah Ketiga
Sebetulnya lebih susah menulis kisahnya sendiri daripada kisah orang lain. Tapi mau tidak mau harus tetap kutulis, karena ingin sharing dengan beberapa teman.
2 kisah diatas menjadi salah satu pelecut semangatku dalam belajar di negeri ‘gongfu’ ini. Orang China menyebut kungfu dengan gongfu. 

Aku masih tidak tahu apa skenario-Nya sehingga bisa terdampar di negeri ini. Apakah karena sejak SD aku sudah suka baca cerita silat Kho Ping Hoo??
Cukup aku anggap, inilah Mimpi yang Terwujud ..

Secara kualitas, aku sepertinya tidak layak kuliah di LN. Terus terang, sama dengan teman-teman ‘gang’ remaja masjid, IPK-ku tergolong tidak baik, 3 kurang. Begitu-pun nilai TOEFL juga kurang dari 500.
Saat muncul keinginan kuliah ke LN karena terpicu oleh beberapa junior remaja masjid yang sukses kuliah LN terkendala dua nilai tersebut. Mau mengejar TOEFL lebih dari 500 sudah tidak punya waktu lagi. Otak juga sudah tidak ngejar.

Pelarian terakhir hanyalah kepada-Nya, tetap istiqomah berdoa & berdakwah ..
Allahu Akbar!! Saat muncul ‘titik jenuh serat’ dengan suasana kantor, Allah memberikan kesempatan sekolah LN. Betul-betul ajaib ..
Emang Allah memberikan 2 kemudahan saat muncul 1 kesulitan, seperti dalam surat Al-Insyirah: 5-6.

Saat muncul kesulitan dengan adanya syarat harus publish paper di jurnal nasional agar bisa lulus, aku putuskan harus bisa publish paper di China. Mau tidak mau aku harus melakukan riset di China.
Kesulitan utama yang menghadang adalah kemampuan Bahasa China yang jelas sangat kurang. Inilah salah satu sebab semua teman kelasku memilih untuk riset di negerinya sendiri. Terbayang ketakutan susahnya berkomunikasi dengan orang China.

Saat muncul kesulitan inilah justru aku lihat ada peluang bisa travelling di China. Termasuk aku ingin travelling ke daerah China Selatan juga. Untuk Beijing sendiri masuk dalam China Utara. Beberapa teman kelas hanya menganggap keinginanku itu angin lalu saja.
Saat kemampuan pas-pasan, memang hanya kepada-Nya bersandar ..
Allahu Akbar! Benar-benar Allah menjawab doa hamba-Nya yang otaknya pas-pasan ..

Sore tadi aku presentasi riset tesis tentang perbandingan pengelolaan kawasan konservasi antara China dan Indonesia, dengan studi kasus di taman nasional Beijing dan Merapi. Aku gunakan pelajaran ilmu ‘pangku’ yang ada pada aksara Jawa. Intinya ilmu bagaimana mengambil hati seseorang. Tentu saja dengan cara yang baik.

Karena sekali lagi kemampuan Bahasa Inggrisku pas-pasan, aku perbanyak gambar/foto di power point-ku. Terutama foto-foto kegiatan bird watching selama di China bersama komunitas birdwatcher Beijing.
Ssstttt … terus terang saja, aku tertarik kegiatan bird watching bukan karena paham ilmu per-burungan, melainkan lebih senang ke jalan-jalan di alam saja, seperti di gunung, hutan, taman, dan lain sebagainya.
Dari situlah 5 profesor yang mengujiku sepertinya tertarik. Nyaris tidak ada pertanyaan. Malah memberikan masukan agar objek penelitianku ditambah. 

Eureka! Salah seorang profesor memintaku agar riset di China Selatan. Kampus akan menyediakan funding-nya. Pekan lalu aku juga sudah dapat riset fund termin pertama.
Yang luar biasa lagi. 3 jam setelah presentasi, salah seorang asisten profesor memberitahu kalau 5 profesor tersebut akan mengajak mahasiswa yang presentasi hari ini makan malam di restoran.

Mungkin bagi sebagian orang, kisah-kisah berikut hanyalah kisah biasa saja.
Tapi bagiku kisah-kisah sukses sekecil apapun jika terus diingat apalagi dicatat/ditulis akan memicu kesuksesan-kesuksesan berikutnya.

Ini seperti ajaran Anthony Robbins (dalam buku Unlimited Power) saat dia menjadi pelatih petenis dunia Andre Agassi. Saat itu Andre Agassi terpuruk setelah menjadi juara. Kemudian Anthony Robbins melatihnya. Padahal Anthony Robbins tidak ada pengalaman melatih tenis. Latihan yang dia berikan hanyalah melatih kesuksesan-kesuksesan yang dialami Andre Agassi, terutama mengingat betul bagaimana kondisi fisik dan pikirannya saat sukses.

Jadi chemistry kesuksesan dimunculkan lagi. Terus diulang-ulang lagi, sampai akhirnya kesuksesan menjadi kebiasaan.
Sepertinya tindakan bodoh, seperti seseorang yang tiap hari menulis diary. Tapi kelak jelas ada manfaatnya. 

Ini seperti beberapa teman bilang ilmuku saat ambil S2 di Perbankan Syariah UIN Sunan Kalijaga tidak berguna lagi karena bekerja di Kehutanan. Aku jawab, justru dari kuliah di UIN inilah aku dapat ilmu yang sangat berharga yakni menulis dan iklim akademik.
Saat kuliah di UIN juga cukup lucu. Kemampuan Bahasa Arab-ku jelas kurang. Tapi aku tetap PeDe, karena aku tahu aku ada potensi di ilmu hitung-hitung, dan Alhamdulillah di Jurusan Perbankan Syariah yang masih baru ini pengajarnya mayoritas dari UGM dan UII. Aku pilih juga riset tesis yang kuantitatif.

Alhamdulillah pula dapat beasiswa prestasi tiap bulan dari Departeman Agama karena dapat ranking 1 di kelas, sampai akhirnya lulus cumlaude dan masuk ranking di buku Wisuda.
Pengalaman akademik saat di UIN itulah yang betul-betul membekas. Awal tumbuhnya percaya diri bahwa Remaja Masjid ternyata bisa juga berprestasi, walaupun otak pas-pasan …

Sungguh Allah betul-betul mengganti jerih payah hamba-Nya yang sudah berusaha memakmurkan rumah-Nya ..

BJFU Apartment, kamar 704, 7 Juni 2013, 20.40 waktu Beijing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar