Mirip dengan budaya
barat, di China juga ada budaya bersulang atau yang dikenal disebut toast. Biasanya dilakukan saat dinner di
sebuah restoran. Sudah ketiga kalinya aku mengikuti acara dinner plus toast
ini.
Pertama, tahun kemarin aat diajak supervisor Prof. Maluyi dinner bersama
seluruh mahasiswa dibawah bimbingannya, dari tingkat master sampai doktor. Bahkan
ada yang sudah lulus, karena waktu itu pas bertepatan dengan reuni 60 tahun
kampus.
Kedua, saat menemani Profesor muslim dari Malaysia pada dinner di acara
seminar kampus tahun lalu. Ketiga,
malam Ahad kemarin saat diajak Prof. Maluyi dinner dalam rangka syukuran
kelulusan mahasiswa bimbingannya dan bimbingan Profesor lain.
Ini penting untuk aku
share dalam tulisan blog karena dalam acara dinner yang ada bersulang, atau
dikenal dengan Gan Bei menggunakan
minuman beralkohol, atau dalam buku pelajaran Bahasa Mandarin disebut pijiu. Harus benar-benar berhati-hati
dan berani menyampaikan sikap kita, apalagi jika restoran tempat dinner bukan
restoran muslim. Rawan makanan dari bahan non-halal.
Oke, kita meluncur dalam
mengenal Gan Bei di China dulu.
Dari googling menemukan
beberapa istilah sulang seperti kan pai
(Japan), gan bei (China), toast (English), cheers (English), chin chin
(Argentina), dll.
Orang China turun
temurun mengenal dan menyukai minuman beralkohol. Jika di Eropa, minuman
beralkohol dibuat dari buah-buahan, khususnya anggur (grape) di China
minuman beralkohol (jiu) umumnya berbahan baku beras atau beras ketan. Dalam
cerita dunia persilatan Tiongkon dikenal dengan nama arak, sampai ada nama Dewa
Arak atau Pendekar Arak.
Yang sangat terkenal
adalah jurus mabuk, ala Jackie Chan di film Drunken Master.
Sangat banyak ragam
minuman keras dapat ditemukan di China. beberapa jenis yang populer diantaranya
adalah — Mao Tai jiu, Gao Liang jiu, Da
Gu jiu, Fen jiu dan Hua Diao jiu.
Semakin tua umur jiu ini semakin mahal harganya karena dipercaya semakin tinggi
kualitasnya. Tak jarang ditawarkan jiu yang sudah berumur puluhan
tahun.
Nah, orang muslim di China
sangat jarang yang tidak minum pijiu
ini. Bahkan restoran muslim juga menyediakannya.
Dua kali mengikuti acara dinner yang diselenggarakan Prof. Maluyi, beliau
tetap minum pijiu walaupun beliau
muslim. di awal dinner kita harus berani bilang pada tuan rumah atau yang
mengundang kalau kita seorang muslim, tidak minum pijiu atau minumal
beralkohol.
Seandainya pas di
restoran non-muslim kita juga bisa bilang tidak makan daging babi/pork atau
dalam China disebut zhurou (rou=
daging). Termasuk khawatir dengan sajian daging, baik ayam maupun sapi, kita bisa
memilih makanan berupa sayuran atau ikan. Itu sebuah saran dari seorang teman China
muslim yang sholih.
Selama dinner inilah
hampir tiap saat mahasiswa atau junior mengajak bersulang Profesor atau
seniornya. 2-3 jam dihabiskan untuk bersulang. Berbotol-botol pijiu habis. Akhirnya malah makanan tersisa
banyak. Sangat mubadzir.
Bagiku saat tragis
adalah saat dinner di restoran muslim kemudian ada acara ganbei dengan pijiu. Aku
menolak sampai bilang kalau di Indonesia, Malaysia minuman beralkohol dilarang
dijual bebas. Bukan bagian dari budaya kami. Disamping itu sebagai muslim juga
sangat dilarang. Baru mereka paham.
Akhirnya aku pilih minuman
teh atau orange juice atau soft drink coca-cola/sprite.
Sungguh tragis saat ada
2 pilihan teh dan pijiu di restoran muslim yang ada hiasan kaligrafi Al-Qur’an.
Saat mengetahui ini,
jadi dapat pembelajaran berharga. Pembelajaran bagaimana mengambil sikap sesuai
kepribadian kita, dalam menghadapi 2 hal yang berbeda walaupun itu ada di
lingkungan yang sama dengan kita. Apalagi saat kita sendirian dalam lingkungan
yang sangat berbeda, terutama berbeda dengan keyakinan/aqidah kita.
Semoga bermanfaat tulisan sederhana ini!
BJFU Apartment, Room 704, 3.05pm (waktu Beijing)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar