Sempat tidak percaya aku bisa
menginjakkan kaki di ibukota tirai bambu, saat pesawat Cina Air (CA 978) landing di Beijing International Airport
pukul 11.0 WIB ata0u 12.00 waktu Beijing.
Pesawat Air China Ca-978 saat landing di Beijing Airport
Malamnya saat menunggu di ruang boarding di Terminal 2 Gate E1 Bandara
Soekarno-Hatta, Jakarta terbersit keinginan untuk tidak jadi terbang ke
Beijing. Karena apa? Kesendirian dan kesepian.
Saat penumpang CA 978 menunggu
keberangkatan dengan bercengkerama bersama keluarga dan teman, aku kesepian
dalam kesendirian.
Aku coba ngajak kenalan seorang Chinese-Indo
yang memakai kaos kuning. Tubuhnya agak gemuk, gempal, pakai kacamata, rambut
cepak, dan tentu berkulit kuning. Ternyata tujuannya ke Xiamen. Ya, pesawat CA
978 akan transit di Xiamen. Namanya Edwin. Dia akan melanjutkan sekolah bahasa
di Xiamen. Edwin dikirim Pamannya untuk sekolah. Edwin bekerja di perusahaan
Pamannya di Bau-bau, Sulawesi.
Aku pun cerita tentang tujuanku ke
Beijing.
Dia menawari mengajari dasar-dasar
Bahasa Mandarin, begitu aku cerita kemampuan bahasa Mandarinku masih nol. Dia
mengajari cara memesan makanan, terutama yang halal.
Seperti saya tidak makan daging babi= Wo bu chi zhu rou.
Edwin aku tanya tahu tidak alamat
Beijing Forestry University yang aku tuju. Ternyata dia tidak tahu, karena
belum pernah ke Beijing. Dia salut kepadaku yang berani sendirian ke China,
padahal buta dengan kondisi China serta kemampuan bahasa Mandarin yang nol.
Beberapa saat kemudian temannya
datang. Pakaiannya necis-rapi sekali. Pakai kemeja hitam dibalut jas dan celana
warna putih. Badannya agak kurus sedikit, pakai kacamata frame berwarna hitam, dengan rambut model bandboys Korea, dan kulit kuning. Dia menyapa Edwin. Langsung aja
oleh Edwin diminta untuk mengajariku seluk-beluk Beijing.
Namanya David, dia pernah ke Beijing.
Tujuannya sama dengan Edwin, ke Xiamen. Aku beritahu tujuanku ke Beijing, dan
disarankan pihak sponsor beasiswa untuk naik taksi dari bandara ke kampus. Aku
tunjukkan cetakan print dari email
APFNet, berikut peta kampus.
Dia geleng-geleng kepala, katanya: “Wah kebangetan
sekali nih, ngasih informasi tidak lengkap. Apalagi tidak dijemput di Bandara.
Sopir-sopir taksi di Beijing juga banyak ‘penjahatnya’. Mas harus ekstra
hati-hati.”
Serrr
.. jantungku sempat
nyut-nyut, begitu mendengar paparan David. Terlintas untuk balik kanan, tidak jadi sekolah. Tapi aku sudah terlanjur ngurus
segalanya yang menghabiskan uang, waktu dan energi. Juga sudah pamitan.
Teringat saat susahnya dan lamanya
mengurus paspor dinas dan visa di biro KLN Setditjen PHKA. Teringat saat
perpisahan dengan orang-orang tercinta.
Dalam hati aku berdoa, sangat
berharap pada Allah agar memudahkan dan melancarkan urusanku. Ya Allah ..
bantulah hamba-Mu ini.
Aku segera telpon teman ikhwah yang
juga sekolah S2 di Beijing, pada jam 00.30. tidak ada jawaban. Akhirnya aku kirim
sms ke dia. “Aslm akhi afwn malam2 telpn. Mau minta tolong, bisakah antm
meminta Fauzi utk jemput sy di airport? barusan sy tlpn tdk nyambung. Jzkhr.
Wslm.
Akhirnya tiba waktu pemberangkatan,
Edwin dan David duluan antri masuk, karena mereka mendapat kartu hijau yang
berarti duluan masuk. Aku nunggu sebentar. Kulihat ada seorang lelaki yang
duduk sendirian sambil membawa kartu kuning untuk masuk sama seperti punyaku.
Aku ajak kenalan.
-bersambung-
Beijing, 3 September
2012, pukul 03.40 waktu China
minta alamat emailnya dong
BalasHapusbesok saya mau ke xiamen
rgd,
bahtiar@gmail.com