Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) 2018 digelar serentak di 17 Provinsi pada hari Rabu (27/6).
Jumlah ini separuh dari provinsi di tanah air. Pilkada bukanlah sekedar ajang
kontestan menabur janji, tapi keseriusan dan komitmen dalam melaksanakan janji
politiknya. Salah satunya adalah tema penanggulangan bencana harus telah
menjadi perhatian sejak awal.
Opini Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 26 Juni 2018
Lokasi Indonesia
yang berada di area ring of fire
adalah kawasan rawan bencana alam. Hal ini diperburuk dengan kerusakan
lingkungan, laju perubahan tata ruang wilayah, perubahan iklim yang sejatinya
akibat aktivitas manusia. Padahal mayoritas calon pemimpin daerah tidak
mengetahui bahwa bencana alam semakin meningkat dan mencapai tahap darurat
ekologis (Nugroho, 2017). Tahap darurat ekologis ini tidak hanya mengakibatkan
bencana banjir dan tanah longsor, tapi juga ketidak-seimbangan ekologi.
Contoh nyata
bencana yang dianggap remeh adalah
bencana ekologi merebaknya korban sengatan tawon di Kabupaten Klaten. Tanggal
19 Juni 2018 tim ekologi Klaten menerima laporan dari Damkar Klaten adanya
korban jiwa akibat sengatan tawon. Korban berusia 65 tahun yang tersengat saat angon bebek akhirnya meninggal dunia
pada tanggal 13 Juni 2018.
Korban serangga
jenis tawon ‘ndhas’ (Vespa affinis) ini melengkapi 2 korban
jiwa anak-anak di Klaten. Bahkan ada pasien terindikasi mengalami gagal ginjal
akibat racun Tawon (Maharani, 2018). Sejatinya serangga membawa peran besar
bagi kelangsungan hidup manusia, terutama untuk keseimbangan ekologi. Bahkan
serangga menjadi indikator dari adanya perubahan iklim dan kebersihan
lingkungan. Seperti peran Kinjeng/Capung
di dunia pertanian karena pemangsa dan penyeimbang alami hama tanaman.
Tawon
juga merupakan pengendali ulat pemakan daun dan serangga kecil lainnya.
Populasi tawon yang tinggi dapat menekan populasi hama pertanian, sehingga
dapat menurunkan tingkat kerusakan tanaman pertanian yang berpengaruh pada
meningkatnya produksi pertanian (Kahono, 2018). Peran tawon di alam merupakan salah satu dari keberadaan
satwa dalam membentuk keseimbangan ekologi.
Keberadaan setiap komponen dalam suatu ekosistem
membentuk jaringan makanan atau jaringan ekologi. Apabila satu komponen dalam
jaringan tersebut putus (hilang, rusak, atau musnah), maka keseimbangan ekologi
akan terganggu sehingga mengakibatkan bencana ekologis. Keseimbangan ekologi dalam suatu ekosistem
berjalan baik jika komponen pembentuk ekosistem tersebut lengkap dan setiap
komponen mampu berperan sesuai dengan niche,
serta mampu mengatur dirinya sendiri (self
regulation).
Sifat self
regulation ini terjadi antar-komponen yang membentuk jaringan ekologi dalam
suatu ekosistem, sehingga secara alamiah suatu komponen dikendalikan oleh
komponen lainnya. Kasus tawon yang ‘outbreak population’ atau tumbuh berlebih di Klaten saat ini
adalah salah satu dari gangguan keseimbangan ekologi di alam. Untuk
mengendalikan jumlah serangga diperlakukan predator pemangsa.
Satwa
predator kelompok serangga mayoritas jenis burung, yakni jenis burung kicauan
hingga raptor (jenis elang). Padahal realita sekarang satwa burung banyak
diburu atau ditangkap untuk diperdagangkan. Contohnya adalah burung Pentet/Bentet
kelabu (Lanius schach) jumlahnya di
alam semakin berkurang, padahal punya peran penting sebagai burung pemangsa
serangga.
Burung
Pentet ini juga memakan tikus tanah sehingga dapat mengendalikan hama
pertanian. Demikian pula dengan pohon sebagai sarang burung juga tidak luput
dari eksploitasi, apalagi yang berada di area potensi galian C. Tema
penanggulangan bencana merupakan tema berat dan tidak menarik bagi calon kepala
daerah.
Sebab penanggulangan bencana mensyaratkan visi jangka
panjang (Amin, 2018). Bukan sekedar pertimbangan pragmatis guna mendongkrak
elektabilitas. Padahal UU Nomor 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana dengan tegas menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pilkada
hanya tinggal esok, saatnya pemilih semakin kritis untuk mencari informasi
calon pemimpin daerah yang peduli pada keselamatan mereka. Pengetahuan tentang
mitigasi bencana alam harus sebanding dengan kriteria calon pemimpin daerah
sehingga diperoleh pemimpin daerah yang benar-benar memahami manajemen
penanggulangan bencana. Pemimpin yang mempunyai
tugas “memayu hayuning bawono,”
yakni mensyukuri, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Kantor Umroh Mandiri, Sidoarjo, 24 Juni 2018 pukul 08.30 WIB
Penyebab "Bencana ekologis" diantaranya karena ketidakseimbangan antara prey dan predator. Bener ga Min? :)
BalasHapus