Sabtu, 23 Februari 2019

JANGAN ANGGAP REMEH PARKIR

Pagi ini saat akan jemput anak-anak di sekolah makjegagik kaget,  ada daihatsu hijet putih (bukan tayo-nya Om Jack😂) parkir tepat di depan keluar masuk rumah. Padahal gerobag juga sudah siap meluncur,  di halaman juga ada 2 gerobag milik Om dan adik sepupu. Sungguh heran campur mangkel.

kendaraan sering banget parkir depan pintu pekarangan rumah😁

"Ini kok orang parkir tidak lihat kondisi sekitar, apakah menghalangi jalan orang lain atau tidak," batinku. Anggapannya mungkin dia nyaman parkir,  orang lain emang gue pikirin 😬.

Beberapa tahun terakhir ini fenomena seperti itu cenderung meninkat. Bahkan 2 bulan yang lalu ada mobil dengan 'nyaman' parkir di halaman masjid,  persis menghalangi jamaah salat masuk masjid.  Langsung aku foto terus kirim grup whatsapp masjid,  ternyata tidak ada yang tahu. Padahal ada jamaah difabel,  yang kakinya pincang karena habis operasi lutut 😬.

Plat B parkir 'nyaman' di masjid 😁

Telusur-telusur ternyata pemilik kendaraan adalah saudaranya salah satu warga yang memang jarang berinteraksi dengan kegiatan warga, apalagi masjid.

Kalau para doktor seperti DR.  Adian Husaeni mengatakan pemilik kendaraan ini tidak punya adab atau etika, yakni kemampuan mengetahui sesuatu pada tempatnya.  Sampai beliau Dr. Adian dan para ahli membuat buku dan kajian "The Lost of Adab", hilangnya adab dalam negeri ini.

Kalau Kang Saptuari Sugiarto lebih sadis lagi. Dalam media sosialnya beliau pasang gambar meme "Mana yang lebih perih: punya mobil tapi gak punya garasi atau punya garasi tapi gak punya mobil". Inilah dampak dari mudahnya kredit kendaraan.

Antara mobil dan garasi mana yang lebih penting? 

Untung salah satu warga pernah usul dalam sarasehan atau temu RT, agar mobil tidak parkir di jalan,  apalagi sehari-semalam. Bagaimana jika ada kebakaran, mobil pemadam kebakaran lewat mana??
Salah satu solusi mobil bisa parkir di lahan tetangga yang aman dan tidak menganggu.

Perkara parkir kendaraan memang perkara sepele,  tapi dapat menjadi masalah besar jika ada pembiaran. Apalagi jika membuat orang lain susah. 

Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, seraya berkata, “Ya Rasulullah! Sungguh si fulanah itu terkenal banyak shalat, puasa, dan sedekahnya. Akan tetapi ia menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya.”. Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sungguh ia termasuk ahli Neraka.”

Kemudian laki-laki itu berkata lagi, “Kalau Si Fulanah yang satu lagi terkenal sedikit shalat, puasa dan sedekahnya, akan tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Maka Rasulullah SAW berkata: “Sungguh ia termasuk ahli Surga.” (HR.Muslim).

Ada satu pelajaran penting dari hadis di atas. Banyaknya ibadah tetapi adabnya rusak tidak membawa manfaat apa pun. Amalnya tidak bisa menyelamatkan dirinya, karena jiwanya buruk. Sebaliknya, jiwa yang bersih meski amalnya sedikit bisa menyelamatkan dirinya.

Sebagian ulama menasihati anaknya: “Wahai anakku, belajar satu bab adab itu sesungguhnya lebih aku sukai daripada kamu belajar tujuh puluh bab ilmu”. Imam Malik pernah menasihati imam Syafi’i ra: “Wahai Muhammad (Muhammad bin Idris As-Syafii), jadikanlah ilmu kamu sebagai garam dan adab mu sebagai tepung”.

Semoga menjadi pelajaran utama bagi penulis.

SDIT Alam Nurul Islam, 23 Februari 2019, pukul 11.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar