Kamis, 30 Mei 2013

DISINI KAMI BELAJAR MEWUJUDKAN MIMPI (1)



Salah satu keuntungan mempunyai teman yang hidupnya kekurangan, senantiasa kepepet, prihatin (perih-perih dibatin) di negeri orang adalah semangatnya dalam meraih mimpi-mimpinya. Banyak pelajaran hidup di dunia nyata yang sangat keras yang dapat dicontoh. Jumat pekan lalu (24 Mei 2013), aku berjumpa dengan sobat lama di KBRI, Beijing. Ini kali kedua aku bertemu dengannya di China setelah bertahun-tahun tidak ketemu, walaupun sama-sama asli Yogyakarta .

Langsung kita ‘berkhalwat’ di ruangan ibu-ibu dharma wanita KBRI, samping pos jaga securiy. Sambil minum kopi, aku dan dia ngobrol asyik, sharing pengalaman. Ternyata aku jauh lebih beruntung dari dia. Datang ke China tahun 2012 lalu, dia hanya diberi uang hidup sangat minim oleh kantornya tempat dia bekerja. 250 RMB (1 RMB= ± Rp 1500,-) untuk satu bulan!! 


Memang awalnya mantab, alias makan tabungan Oh iya, biaya untuk survive di China sekitar 600-700RMB/bulan, dengan syarat masak sendiri, tidak jajan di luar.
Kemudian dia putar otak bagaimana agar dapat uang di China, minimal bisa survive. Untuk uang sekolah sudah beres, termasuk tempat tinggal di lingkup kampus.
Semester tahun lalu dia pernah ngomong ke teman-temannya Indonesia di kampusnya, kalau dia sangat ingin membuat atau main fim di China. Sontak teman-temannya menertawakannya. Untuk makan sehari-hari saja susah, termasuk baru saja belajar Bahasa China, kok mau main film segala. 

Untung kampusnya cukup banyak mahasiswa Indonesia dan banyak kegiatan seni. Sering grup seni Indonesia tampil pada acara dan kegiatan kampus. Beberapa kali pentas di dalam dan luar kampus sampai membawanya berkenalan dengan salah seorang kru TV lokal.
Akhirnya dengan kemampuan teknik lobi dan olah vokal yang dilandasi rasa percaya diri yang besar, dia bisa melakukan pendekatan dan diajak ‘ngamen’ oleh kru TV tersebut. Hasil ngamen tersebut ternyata menghasilkan Yuan, alias uang yang jumlahnya lumayan, bisa untuk menyambung hidup di rimba persilatan tiongkok. 

Sekitar 2 bulan yang lalu dia dapat ide untuk membuat musikalisasi puisi karangan Mao Zedong, pimpinan pertama RRC, tokoh yang sangat dikagumi dan dipuja rakyat China. Tidak banyak orang China yang mengetahui puisi-puisi karangan Mao Zedong. Dia sangat percaya orang China akan sangat respek jika ada orang asing mampu membawakan puisi tokoh pujaannya.
Tujuan lainnya adalah dia ingin ‘menohok’ orang China langsung ke tenggorokannya dengan puisi ini. Segera dia ajak teman-temannya untuk membuat musikalisasi puisi.
Masalah menghadang. Tidak ada orang Indonesia di provinsi tempat dia tinggal punya alat musik seperti keyboard dlsb. Dia hanya punya gitar, itu saja pemberian seseorang. 

Man jadda wa jadda, siapa bersungguh-sungguh akan menuai hasil ..

Pemain keyboard dia peroleh mahasiswi Indonesia yang sering tampil di gereja. Untuk keyboard-nya sendiri akhirnya dapat pinjaman dari teman mahasiswa China. Tentu tetap menggunakan teknik lobi dan olah vokal dalam memperoleh keyboard pinjaman.
Sesekali mahasiswa China ini dia ajak menikmati olahan masakan Indonesia untuk menjaga hubungan baik. Untuk instrumen musik lainnya seperti ketipung dia buat sendiri bersama teman-temannya dari pipa besar plus karet. Eureka!

Musikalisasi puisi Mao Zedong tentang cinta dan perjuangan-pun berjalan. Diawali dari pentas di kampus sampai memenuhi pesanan tampil di beberapa tempat di luar kampus.
Segera muncul ide lain membuat video klip musikalisasi puisi. Teman China dihubungi untuk dimintai tolong dalam pembuatan video klip. Yup, karena WNI disini dalam keterbatasan. Apalagi permohonan ke salah seorang staf KBRI tidak dikabulkan.

Dampak dari pentas di beberapa tempat sampai masuk TV lokal membuatnya berkenalan dengan salah seorang ‘Donjuan’ yang mempunyai holding company. Bahkan dia diajak berkeliling ke beberapa pabrik atau perusahaannya.
Mimpi lainnya yakni membuat atau main film juga terwujud. Berawal dari ide yang disampaikannya ke TV lokal tentang film pendek orang asing, dia diminta untuk menuliskan jalan cerita.
Hasil awal kerja keras membuat jalan cerita film pendek adalah DITOLAK.

Tidak putus asa, dia cari jalan cerita lain. Dia memikirkan suatu jalan cerita agar dia yang belum bisa Bahasa China bisa menjadi pemain utama. Akhirnya ditemukan jalan cerita dimana berkomunikasi dengan minim Bahasa China, yakni dengan orang bisu tuli!!
Singkat cerita sebelum kita ngobrol di KBRI, dia sudah menyelesaikan beberapa screen film pendek yang dia buat. Dia berperan sebagai tokoh utama. Teman-temannya yang dulu meremehkan dan menertawakannya akhirnya terdiam.

3 hari sesudah memperoleh cerita luar biasa ini, tiba-tiba aku juga mengalaminya sendiri. 1 jam setelah aku sms teman China yang sama-sama satu bimbingan profesor tiba-tiba memberitahu kalau riset yang akan aku lakukan di China dapat dana. Aku diminta mengambil dana termin pertama ini di tempatnya.
Terbayang 2 bulan yang lalu saat aku ganti tema riset tesis karena aku ingin publish paper di China sekaligus bisa jalan-jalan gratis. Maklum disini uang beasiswaku juga pas-pasan. 

Dari teman-teman sekelas, risetku satu-satunya yang dapat bantuan dana. Selain aku, semuanya memilih riset di negaranya. Mereka ketakutan mengalami kesusahan dalam menjalankan riset karena keterbatasan kemampuan Bahasa China.
Aku berpikir lain. Keterbatasanku dalam Bahasa China sementara aku kesampingkan. Aku dapat memanfaatkan dengan mengambil student China yang pintar Bahasa Inggris sebagai guide dan penerjemah.
Begitu pula saat teman-teman lain hanya fokus menyelesaikan paper tugas kuliah, aku berpikir bagaimana bisa produktif. Yup, sekolah LN harus bisa aku manfaatkan untuk menghasilkan sebuah karya yang mengesankan. 

Aku awali dengan membuat tulisan hasil traveling di hampir tiap akhir pekan. Di sela-sela membuat tugas paper aku usahakan juga membuat beberapa tulisan untuk buletin kantor, koran KR, dan majalah Kehutanan pusat.
Alhamdulillah semuanya di-approved. Tulisan di rubrik Pariwisata KR langsung memuat tulisanku setelah 3 hari aku kirim via email. 

Kesuksesan-kesuksesan kecil ini semakin melecut semangatku untuk produktif saat di negeri orang. 

Di saat banyak orang berpikir kalau sekolah di LN itu identik dengan prestis, jalan-jalan, foto dan upload Facebook; kami memilih untuk tetap berpikir dan berjuang keras mewujudkan mimpi dengan sumber daya yang terbatas.
Prestis bukanlah tujuan kami dalam hidup di negeri orang. tapi  belajar mengembangkan potensi diri-lah yang paling utama ..

Belajar mengatasi rintangan, hambatan dan masalah kehidupan di negeri orang ..
Dilandasi rasa percaya diri dan husnudzon pada-Nya kami berusaha mewujudkan mimpi ..
 “Kesungguhan itu ada buahnya. Tapi bahkan ketika buahnya belum matang, daun-daunnya sudah meneduhkan!”
(komentar seorang teman di FB)

BJFU Apartment, kamar 704, 31 Mei 2013, 00.15

#tulisan ini aku persembahkan untuk:
1. Orang tua yang selalu mendoakan anaknya, terutama ibunda ..
2. Istri dan anak-anakku
3. Para tholibul ilmi di negeri orang
4. Remaja masjid dan pejuang dakwah, ingat, Allah mengikuti prasangka hamba-Nya!
5. Golongan prihatin & kepepet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar