Jumat, 22 Mei 2015

PENDAKI MERAPI PERLU SIMAKSI



Enam mahasiswa Fakultas Teknik UGM selama dua hari tersesat di Gunung Merapi. Saat ditemukan, dalam keadaan lemas akibat kelaparan, bahkan satu diantaranya mengalami patah tulang tangan. (KR, 4 Februari 2009). Sebelumnya, sejumlah mahasiswa juga terjebak dalam badai saat melakukan pendakian di Gunung Salak, Jawa Barat. Enam mahasiswa korban itu ternyata mendaki tanpa membawa izin pendakian Gunung Merapi serta tidak melapor di pos resort terdekat.

Gunung Merapi adalah Kawasan Konservasi Alam
Tahun 2004 wilayah Gunung Merapi ditunjuk menjadi Taman Nasional Gunung Merapi (TN. G. Merapi) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 dengan luas 6.410 Ha yang terletak di empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi merupakan alih fungsi dari hutan Taman Wisata Alam/Cagar Alam Plawangan Turgo, Hutan Lindung Kaliurang dan sebagian hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani.

Opini Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 9 Februari 2009

Taman Nasional sendiri adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan kawasan konservasi sendiri adalah bagian dari wilayah daratan atau lautan yang perlu dan secara sengaja disisihkan dari segala bentuk eksploitasi untuk dilindungi dan dimanfaatkan secara bijaksana sesuai dengan fungsinya, sehingga terjamin keberadaannya bagi generasi saat ini dan masa yang akan datang.

Penetapan sebagai TN. G. Merapi didasarkan oleh kawasan TN. G. Merapi mempunyai nilai penting sebagai daerah perlindungan sistem penyangga kehidupan, khususnya fungsi perlindungan hidro-orologis dan iklim bagi masyarakat di Propinsi DIY dan Kabupaten yang berada di sekitar kawasan, yaitu Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali. Selain itu, perannya sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah bagi kehidupan manusia. manfaat lain, baik langsung maupun tidak langsung yang dapat diperoleh dari kawasan ini.

Peran lainnya adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, penunjang budidaya dan pariwisata. Menteri Kehutanan menunjuk Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTN. G. Merapi) sebagai pengelola TN. G. Merapi, setingkat eselon tiga, dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. BTN. G. Merapi mengemban tugas utama mewujudkan kelestarian kawasan TN Gunung Merapi sebagai penyangga kehidupan serta dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat.

Jalur Pendakian Gunung Merapi
Pendaki Gunung Merapi dapat memilih salah satu dari empat jalur pendakian, yakni jalur Babadan, Magelang; jalur Kinahrejo, Sleman, jalur Deles, Klaten; dan jalur Selo, Boyolali. Jalur Selo adalah jalur paling mudah untuk pendakian, dibandingkan jalur lain. Untuk jalur Babadan dan Kinahrejo masih ditutup untuk jalur pendakian, dikarenakan jalur rusak akibat erupsi Merapi tahun 2006.

Pendaki Gunung Merapi sebelum melakukan pendakian diwajibkan untuk membawa SIMAKSI dan melapor ke pos terdekat di jalur pendakian. Berdasarkan berita di KR, 4 Februari 2009, enam mahasiswa pendaki dari UGM itu menggunakan jalur Selo untuk menuju puncak Merapi. Penulis mengecek ke Polisi Kehutanan (Polhut) Balai TN. G. Merapi resort Selo, ternyata dalam daftar pendaki Gunung Merapi yang ada di pos Selo tidak tercantum daftar nama keenam mahasiswa pendaki tersebut.

SIMAKSI untuk Pendaki Gunung Merapi
Balai TN. G. Merapi sebagai pengelola TN. G. Merapi mengeluarkan aturan dan tata tertib bagi pengunjung TN. G. Merapi, termasuk pendaki puncak Gunung Merapi. Hal ini didasarkan untuk menjaga dan melindungi kawasan TN. G. Merapi dari berbagai macam gangguan terhadap ekosistem Gunung Merapi. Tata tertib dan aturan tersebut dikenal dengan SIMAKSI, yakni Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi. SIMAKSI dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Nomor; SK.192/IV-Set/HO/2006 tentang Izin Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.

Berikut adalah Tata Tertib memasuki TN. G. Merapi untuk pengunjung maupun pendaki Gunung Merapi:
1.      Pengunjung hanya diperbolehkan berada di jalur yang telah disediakan;
2.      Pengunjung tidak boleh merusak, menebang pohon maupun memindahkan benda-benda yang ada dalam kawasan TN. G. Merapi;
3.      Pengunjung tidak boleh membawa tumbuhan mapun satwa liar dari dalam maupun keluar kawasan TN. G. Merapi;
4.      Pengunjung tidak diperbolehkan membawa alat/bahan yang dapat mencemarkan kawasan seperti alat bunyi-bunyian, sabun, pasta gigi, spidol, phylox, cat, pestisida dan sebagianya;
5.      Semua sampah diharap dibawa keluar kawasan TN. G. Merapi;
6.      Pengunjung yang akan berkemah/menjelajah alam/hiking diharuskan membawa makanan/minuman secukupnya, jaket, jas hujan, lampu senter/lampu penerangan, baju ganti dan P3K;
7.      Pengunjung tidak diperkenankan membawa senjata tajam (kecuali yang digunakan untuk berkemah), dan atau minuman beralkohol serta obat-obatan terlarang;
8.      Pengunjung diharapkan menghindari membuat api unggun kecuali untuk kegiatan berkemah dapat dilaksanakan di tempat yang telah disediakan menggunakan kayu bakar yang dibawa dari luar kawasan TNGM;
9.      Petugas akan memeriksa barang bawaan dan surat izin (SIMAKSI) sebelum dan sesudah memasuki kawasan.

Adapun untuk Tata Cara Pengajuan Izin Kegiatan di Kawasan TN. G. Merapi atau Pengajuan SIMAKSI (Pengumuman No PG. 04/IV-T.43/Um/2008) sebagai berikut:

1.      SIMAKSI diberlakukan terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di dalam Taman Nasional Gunung Merapi dan pelayanan perijinan (SIMAKSI) ini terpusat di kantor Balai TN. G. Merapi, berupa: penelitian; survei; pengambilan data; pengambilan/snapshoot film komersial, video komersial, handycam dan foto; praktek lapangan; kampanye/sosialisasi/pameran; rehabilitasi kawasan; penanaman; berkemah; mendaki gunung; out bond; hiking; diklat-diklat dengan lokasi praktek di dalam kawasan TN. G. Merapi;
2.      Pemohon mengajukan Surat Permohonan dengan ketentuan mengajukan permohonan secara tertulis/resmi yang ditujukan kepada Kepala Balai TN. G. Merapi minimal seminggu sebelum pelaksanaan kegiatan dilengkapi dengan proposal kegiatan, dua buah materai Rp 6000 dan membayar pungutan masuk/pungutan kegiatan lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3.      Pemegang SIMAKSI harus mematuhi segala peraturan dan prosedur yang termuat dalam SIMAKSI;
4.      Pemegang SIMAKSI wajib didampingi oleh petugas dari Balai TNGM dalam melaksanakan kegiatan di dalam kawasan;
5.      Pemegang SIMAKSI wajib menyerahkan copy dokumentasinya dan laporan kegiatannya kepada Balai TN. G. Merapi;
6.      Untuk melaksanakan kegiatan di kawasan TN. G. Merapi, dikenakan beberapa pungutan/tiket masuk (berdasarkan PP No 59 tahun 1998).

Pengunjung maupun pendaki Gunung Merapi dapat memperoleh SIMAKSI di kantor Balai TN. G. Merapi di Jl. Argulobang No.17 Baciro, Yogyakarta, telpon 560669. SIMAKSI merupakan salah satu alat untuk menjaga dan melindungi kawasan TN. G. Merapi, sehingga terjaga kelestariannya. Disamping itu, SIMAKSI juga dapat berperan sebagai kontrol bagi pengunjung maupun pendaki yang akan melakukan kegiatan di Gunung Merapi. Jika kondisi cuaca buruk, Balai TN. G. Merapi tidak akan memberikan SIMAKSI bagi pendaki Gunung Merapi. Diharapkan dengan adanya SIMAKSI, kecelakaan akibat faktor alam yang buruk dapat dihindari. Polhut Bali TN. G. Merapi pun akan siap dan sigap melakukan evakuasi jika pendaki yang membawa SIMAKSI berada dalam kesulitan saat melakukan pendakian.

*Ini adalah tulisan saya di Opini Koran Kedaulatan Rakyat Februari tahun 2009, insya Allah masih relevan dan bermanfaat. Hanya saja kantor Balai Taman Nasional Gunung Merapi akhir 2009 pindah di Jalan Kaliurang Km.22,6 Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar