Minggu, 20 Februari 2011

POTENSI PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

 
TAMPAK sekumpulan anak-anak usia sekolah antusias menyaksikan sebuah film dokumenter tentang Elang Hitam yang hidup di kawasan Gunung Merapi. Anak-anak lain serius mengamati burung di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) lewat teropong (binocular), sedangkan anak-anak didampingi orangtuanya asyik mengikuti lomba mewarnai burung. 
Kegiatan 'Mersi (Mersani Peksi) Expo' atau bird watching (pengamatan burung) yang diselenggarakan oleh Bionic UNY bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Gunung Merapi menjadi salah satu metode pembelajaran ekosistem di alam yang mengasyikkan bagi anak usia sekolah (KR, 29/4/2008). Kehidupan burung di kawasan Gunung Merapi, seperti Elang Jawa dan Elang Hitam yang langka dapat diamati melalui teropong di gardu pandang Plawangan, Kaliurang. Pembelajaran tentang Aves (burung) dalam ilmu Biologi secara langsung di alam terbuka semakin menambah daya tarik siswa. 

Metode Pembelajaran di Alam 
Saat ini metode pembelajaran di alam banyak digemari dan diyakini lebih berhasil dari metode ceramah. Alam sebagai media belajar merupakan solusi ketika terjadinya kejenuhan terhadap metodologi pembelajaran di dalam ruangan (konvensional) yang selama ini dilakukan secara masif dan cenderung lebih berorientasi pada nilai-nilai kuantitatif. 
Menurut Wurdinger (1995), pembelajaran di alam akan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh setiap individu berdasarkan kemampuan yang ia miliki. Penelitian yang dilakukan oleh Kraft (1985) terhadap generasi muda di Amerika menyatakan metodologi pembelajaran yang sangat efektif manfaatnya adalah menggunakan alam sebagai media untuk pengetahuan. Pembelajaran di alam adalah metodologi pendidikan di masa akan datang, yang akan menggantikan metode tradisional. 
Selama ini pemahaman siswa tentang biologi sebagai ilmu, diasumsikan sebagai ilmu hafalan dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan keseharian. Suatu realitas yang tidak dapat diingkari bahwa banyak siswa SMA yang tidak mengenal aneka jenis tanaman hias yang ada di halaman sekolah. Perilaku perusakan lingkungan alam seperti vandalisme atau mencoret-coret pohon memakai pisau kebanyakan juga dilakukan siswa SMA. 
Persoalan di atas merupakan persoalan klise yang selalu muncul, karena orientasi pembelajaran yang dilakukan guru tidak pernah mendekatkan siswa dengan lingkungan secara langsung. Suatu pola pembelajaran yang didominasi guru tanpa mempertimbangkan latar belakang, pengalaman dan lingkungan sekitar siswa. (Raharja, 2006). Siswa hanya berfungsi sebagai objek, tanpa mampu mengembangkan diri dan lingkungan sebagai sumber belajar tidak dimanfaatkan secara optimal. 

Potensi Pembelajaran Ekosistem di TNGM 
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli berupa perpaduan ekosistem Gunung Merapi dengan hutan dataran tinggi. TNGM dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 
Keanekaragaman flora dan fauna di kawasan TNGM tergolong tinggi. Berdasarkan data yang ada, tercatat sekitar 1.000 jenis tumbuhan, termasuk 75 jenis anggrek langka dan beberapa jenis bunga, rotan, jamur dan rerumputan. Satwa liar meliputi jenis mamalia, burung, reptilia, amfibia, ikan air tawar, mollusca dan serangga. Untuk mamalia terdapat rusa, kera ekor panjang, kucing besar, musang, macan kumbang, lutung kelabu, bajing, tikus dan babi hutan. Untuk burung, terdapat 90 jenis burung menetap dan 57 jenis burung tak menetap. 
Kawasan TNGM dapat dipakai untuk pembelajaran ekosistem seperti pembelajaran prinsip dasar ekologi dan konservasi alam; pengamatan ekosistem hutan dataran tinggi; pengamatan burung; pengamatan satwa liar dan studi jejak; serta pengamatan Daerah Aliran Sungai (DAS). Kawasan ini secara hidrologis merupakan daerah tangkapan air, sehingga memegang peranan penting bagi kelangsungan pasokan air di daerah hilir. 
Sungai-sungai yang mengalir dari Gunung Merapi, seperti Sungai Opak, Serayu, Progo, Code, Winongo, Krasak, Sempor, Nyoho, Senowo, Woro, Pabelan, Gendol, Kuning dan Boyong dapat menjadi pembelajaran ekosistem perairan yang menarik, terutama kehidupan flora dan faunanya. 
Kegiatan Mersi Expo yang dilaksanakan pada tanggal 27 April; 4, 11 dan 18 Mei 2008 dapat menumbuhkan rasa cinta lingkungan pada anak usia sekolah secara langsung. Anak-anak sekarang adalah pewaris alam lingkungan di masa depan, di mana kebijakan pelestarian alam lingkungan kelak sangat ditentukan di usia dini, yakni sejak sekarang.

koran Kedaulatan Rakyat, 7 Mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar